ICC Jakarta – Imam Muhammad Al-Baqir a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 1 Rajab atau 3 Shafar 57 H. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin a.s. dan ibunya adalah Fathimah binti Imam Hasan Al-Mujtaba a.s. yang lebih dikenal dengan julukan Ummu Abdillah. Dengan demikian, nasabnya bersambung ke Bani Hasyim, baik dari sisi ayah maupun ibu.
Imam Baqir a.s. syahid pada hari Senin, 7 Dzul Hijjah 114 H. dalam usia 57 tahun. Ia diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah Bani Umaiyah, dan dikuburkan di pemakaman Baqi’.
Ia adalah salah seorang anak kecil yang ditawan (oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad) pada peristiwa berdarah Karbala`. Pada waktu itu ia masih berusia 3,6 tahun dan 10 hari.
Imam Baqir a.s. dikenal karena keluasan ilmu dan takwanya. Ia selalu menjadi rujukan muslimin dalam setiap problema. Keberadaan Imam Baqir a.s. adalah sebuah pengantar bagi perbaikan umat. Masyarakat mengenalnya sebagai putra orang-orang luhur yang rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi mencegah penyelewengan umat yang hampir saja memusnahkan Islam. Dengan pengorbanan mereka ini, diharapkan muslimin dapat mengetahui bahwa para penguasa yang memerintah atas nama Islam tidak seperti kenyataan di alam realita. Mereka tidak pernah mau untuk memprak tekkan Islam dalam pemerintahan mereka.
Imam Baqir a.s. mengambil keputusan untuk meng- ekspos penyelewengan para penguasa dari garis Islam tersebut kepada khalayak ramai, dan memahamkan kepada mereka bahwa peristiwa itu bukan sekedar mimpi belaka.
Hisyam bin Abdul Malik, seorang khalifah dinasti Bani Umaiyah ketika melihat Imam Baqir a.s. dan bertanya siapakah dia, masyarakat di sekelilingnya menjawab bahwa ia adalah seorang yang dikagumi oleh penduduk Kufah. Orang ini adalah pemimpin Irak.
Ketika musim haji tiba, ribuan muslim yang berasal dari Irak, Khurasan dan kota-kota lain bertanya kepadanya tentang banyak hal mengenai Islam. Hal ini menunjukkan betapa ia sangat berpengaruh di dalam hati umat manusia.
Fuqaha` dari berbagai aliran dan disiplin ilmu sering mengadakan dialog dengan Imam Baqir a.s. berkenaan dengan permasalahan-permasalahan ilmiah yang sangat pelik dengan tujuan untuk mempermalukannya di hadapan khalayak. Akan tetapi, dengan jawaban-jawaban yang mematikan dan memuaskan ia memaksa mereka untuk bertekuk lutut di hadapannya.
“Universitas” Imam Baqir a.s. adalah sebuah tempat penting bagi para ilmuwan dan muhaddis yang pernah belajar darinya. Jabir Al-Ja’fi berkata: “Abu Ja’far a.s. meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis kepadaku”. Muhammad bin Muslim berkata: “Dalam setiap perma- salahan yang kuanggap sulit, aku pasti menanyakannya kepada Abu Ja’far a.s. sehingga aku mendapatkan tiga puluh ribu hadis darinya”.
Imam Baqir a.s. pernah berkata tentang pengikut Syi’ah: “Para pengikut kami, Syi’ah Ali akan membela kami sepenuh hati dan demi menjaga agar agama tetap hidup mereka selalu bersatu dalam membela kami. Jika mereka marah, kemarahan tidak akan menjadikan mereka berbuat zalim, dan jika mereka sedang bahagia, mereka tidak akan melampaui batas. Mereka adalah sumber berkah bagi tetangganya dan dalam menghadapi para penentang, mereka selalu memilih jalan damai. Syi’ah kami taat kepada Allah”.
Sikap Imam Baqir a.s. terhadap Para Khalifah Zalim
Imam Baqir a.s. hidup sezaman dengan lima khalifah dinasti Bani Umaiyah. Mereka adalah Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul Malik. Mereka semua kecuali Umar bin Abdul Aziz tidak kalah dengan para pendahulunya dalam berbuat lalim dan selalu membuat problema baginya. Akan tetapi, dengan situasi dan kondisi yang seperti ini, ia masih menyempatkan diri untuk mendidik dan mengajar para muridnya sebagai sebuah gebrakan baru dalam bidang ilmiah. Dengan ini ia ingin untuk membentuk sebuah pusat ilmu keislaman yang pada masa imamah putranya, Imam Shadiq a.s. pusat tersebut membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
Metode tabligh para imam Syi’ah, khususnya Imam Sajjad dan Imam Baqir a.s. adalah metode tabligh bawah tanah (under ground) sehingga tidak seorang pun yang mengetahui kegiatan-kegiatan mereka. Metode tabligh bawah tanah ini ketika suatu hari bocor dan muncul ke permukaan, dapat membuat para khalifah marah besar. Hal inilah yang memaksa mereka untuk mengasingkan dan memenjara para imam a.s. Akhirnya, Imam Baqir a.s. yang selalu menjadi pusat kemarahan penguasa saat itu syahid diracun pada 114 H. Jenazahnya dikuburkan di samping kuburan ayahnya di pekuburan Baqi’.
Keutamaan dan Ilmu Imam Baqir a.s.
Imam Baqir a.s. pada masa imamahnya telah berhasil menyebarkan pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum dan fiqih. Di samping ikut aktif dalam menangani problema ilmiah yang berkembang waktu itu, ia juga aktif mendidik para murid handal seperti Muhammad bin Muslim, Zurarah bin A’yan, Abu Nashir, Hisyam bin Salim, Jabir bin Yazid, Hamran bin A’yan dan Buraid bin Mu’awiyah Al-‘Ajali.
Imam Baqir a.s. adalah kebanggaan Bani Hasyim pada zamannya dalam zuhud, takwa dan akhlak. Keilmuannya dikenal di seluruh penjuru negeri sehingga ia dijuluki dengan baaqirul uluum (penyingkap rahasia ilmu pengetahuan).
Seorang ulama besar Ahlussunnah yang bernama Ibnu Hajar Al-Haitsami menulis: “Muhammad Al-Baqir telah menyingkap rahasia ilmu pengetahuan dan menjelaskan hakikat hukum dan hikmah ilmu pengetahuan sehingga hal itu tidak tersembunyi kecuali bagi orang-orang yang bodoh atau berhati kotor. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan penyingkap rahasia ilmu, pemilik rahasia dan pengibar bendera ilmu pengetahuan”.
Abdullah bin ‘Atha`, salah seorang ilmuwan yang hidup sezaman dengan Imam Baqir a.s. berkata: “Saya tidak pernah melihat para ilmuwan Islam kecil dan hina kecuali ketika mereka menghadiri majelis ilmiah Muhammad bin Ali (Al-Baqir)”. []