ICC Jakarta – Berteman dengan orang lain merupakan satu ciri khas manusia, sehingga setiap orang dalam kehidupan sosialnya pasti mencari dan memilih teman. Biasanya orang yang memiliki kemampuan lebih dalam menciptakan hubungan dengan orang lain lebih sukses dan secara kejiwaan lebih sedikit dalam menghadapi masalah. Tapi ada satu hal yang lebih penting dari sekadar memilih teman dan itu adalah memilih teman yang benar. Karena satu dari variabel penting yang mempengaruhi sikap dan keputusan seseorang adalah teman. Dalam hadis disebutkan bahwa bila engkau ingin mengenal seseorang, maka perhatikan siapa temannya.
Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, ?Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.’ Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Quran ketika al-Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. al-Furqan: 27-29)
Ungkapan hadis ini menunjukkan pengaruh penting teman terhadap seseorang dan pengalaman menjadi bukti dari semua ini. Mereka yang melewati jalan kehidupan ini dengan baik biasanya orang-orang yang memiliki teman yang baik. Sementara para pelaku kejahatan sampai pada perbuatan itu diakibatkan memiliki teman yang tidak baik.
Di sini, al-Quran memperingatkan manusia dalam memilih teman. Dalam ayat 27 hingga 29 surat al-Furqan, Allah Swt mengingatkan nasib orang yang setelah beriman kepada Nabi Muhammad Saw dan menerima al-Quran, akhirnya menolak al-Quran dikarenakan pengaruh teman yang tidak beriman. Ia tidak lagi mengikuti wahyu dan Rasulullah Saw, tapi dipengaruhi oleh perasaan pertemanan dan akhirnya mengikuti ucapan tidak logis dan berdasar temannya. Dikarenakan teman yang tidak benar, seseorang akhirnya memilih kesesatan, ketimbang hidayah. Orang ini di Hari Kiamat akan menyesali pilihannya ini, tapi pada waktu itu penyesalan sudah tidak berguna.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa teman yang tidak baik saat ini akan menjadi bahaya yang mengancam seseorang di kemudian hari dan mempengaruhi nasibnya.[2] Ayat ini juga menjelaskan tentang parameter teman yang buruk, dimana ia senantiasa mengajak orang lain kepada kesesatan dan kebodohan. Bila seseorang melihat teman atau kelompok yang diikutinya ada ciri khas melupakan Allah dan ajaran ilahi serta setiap harinya mengajaknya untuk berbuat dosa lebih besar, maka ketahuilah bahwa akhir dari pertemanan itu adalah kesesatan dan hanya menyisakan penyesalan. Setiap orang yang melihat mereka harus segera meninggalkan pertemanan dengan orang-orang seperti ini,[3] sehingga ia tidak menjadi contoh ayat ini dan di Hari Kiamat hanya bisa berkata, “Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku).”
Sekaitan dengan masalah ini ada ayat lain yang membahas, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)
Sesuai dengan ayat ini, Allah Swt mengingatkan hanya pertemanan yang berdasarkan ketakwaan yang tidak memiliki akhir buruk dan menyebutkan bahwa pertemanan tanpa takwa akan berubah menjadi permusuhan. Oleh karenanya, semua pertemanan yang berdasarkan hawa nafsu, kenikmatan seksual non syariat, tujuan ekonomi dan menjarah akan berubah menjadi musuh terburuk di Hari Kiamat. Selain masalah hari akhir, di dunia ini saja pertemanan yang tidak berdasarkan ketakwaan biasanya akan menjadi permusuhan hanya dengan munculnya sedikit perbedaan, dimana cepat atau lambat akan muncul di antara keduanya. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi). Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.