ICC Jakarta – Perjalanan penguasa dari berbagai etnis dalam sejarah menunjukkan bahwa kezaliman tidak akan bisa bertahan melawan keadilan. Kebatilan akan binasa dan kebenaran yang akan muncul
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Qs. al-Fathir: 45)“
Ayat ini menegaskan mengenai kesabaran dan kasih sayang Allah swt yang sangat besar dan penerima taubat makhluknya. Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak langsung menghukum orang-orang yang berdosa dan bersalah, tapi memberikan kesempatan untuk bertaubat selama hidup di dunia.
Ayat ini merupakan penutup surat al-Fatir dengan pembuka di ayat pertama mengenai ancaman kepada orang-orang kafir dan sombong yang menolak kebenaran.
Ayat terakhir surat al-Fatir mengakhirinya dengan penjelasan tentang kasih sayang dan sifat pemurah Allah swt kepada makhluknya. Pemberiaan waktu untuk bertaubat menunjukkan besarnya rahmat dan kasih sayang Allah Swt kepada seluruh makhluknya.
Di ayat ini terdapat dua pertanyaan penting mengenai bagian pertama ayat yang artinya, “Jika Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun.” Apakah ayat ini termasuk para Nabi dan Rasul Allah ataupun Imam.
Menjawab pertanyaan ini, para Nabi dan orang-orang suci lainnya tidak termasuk di dalamnya, dan masalah ini tidak ada kaitannya dengan kemaksuman mereka.
Di ayat 32 surat al-Fatir dijelaskan mengenai tiga kategori manusia yaitu orang lalim, menengah dan orang baik. Kerusakan yang terjadi di alam semesta dilakukan oleh sebagian manusia, dan manusia-manusia mulia tidak termasuk di dalamnya, bahkan mereka diutus untuk memperbaiki perilaku manusia.
Pengecualian para Nabi, Rasul dan Imam dari kategori manusia pada umumnya juga dijelaskan dalam surat ar-Rum ayat 41 mengenai manusia penghuni dunia yang memiliki sifat lalai, bakhil, dan sombong. Maksud dari ayat ini merujuk pada sifat sebagian manusia, yang tentu saja tidak termasuk sifat orang-orang maksum.
Di ayat ini terdapat kata “dabah” yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai makhluk melata atau makhluk hidup, yang meliputi makhluk tidak hanya manusia saja. Lalu pertanyaannya, apakah selain manusia juga akan binasa karena Tuhan menghukum manusia ?
Pertanyaan ini dijawab dengan filosofi kehadiran makhluk hidup lain selain manusia di alam semesta ini. Mengenai hal ini, Rasullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman, ‘Wahai anak Adam, engkau adalah makhluk bebas dan bisa melakukan apa saja sesuai kehendakmu dan izin-Ku. Dengan kekuatan yang kalian miliki bisa melakukan apa saja sesuai keinginan. Dengan karunia yang Aku anugerahkan, kalian memiliki kekuatan, tapi akhirnya sebagian dari kalian juga bermaksiat kepada-Ku. Namun dengan kekuatan dan izin-Ku bisa melaksanakan kewajiban yang Aku perintahkan kepada kalian…. Aku tidak akan segera menghukum kalian karena dosa ataupun kesalahan yang dilakukan (namun memberikan waktu yang cukup untuk memperbaiki diri dan bertaubat)’.
Kemudian Rasulullah Saw melanjutkan sabdanya, “Inilah makna dari ayat terakhir surat al-Fatir, ‘Jika Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun’.”
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu sebab ditundanya ganjaran hukuman dari dunia ke akhirat kelak adalah berlanjutnya kehidupan. Jika semua manusia yang berdosa di dunia ini mendapat hukuman, maka kelanjutan kehidupan manusia ini akan berakhir.
2. Kesabaran dan kasih sayang Allah Swt kepada makhluk-Nya sangat besar bahkan tidak terbatas. Oleh karena itu, tidak segera dihukum karena melakukan kesalahan atupun dosa. Tapi diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan menebus kesalahan selama hayatnya.
3. Pemberian waktu bagi manusia untuk bertaubat dan menebus dosa bukan berarti Allah Yang Maha Tahu dan Kuasa tidak mengetahui keadaan manusia satu-persatu. Sebab seluruh urusan dan apa saja yang terjadi di alam semesta ini berada dalam pengawasan-Nya. (Parstoday)