ICC Jakarta – Pada hari yang bertepatan dengan wiladah Rasulullah Saw pada 17 Rabiul Awwal, lahirlah Imam Jafar Shadiq as di kota Madinah. Cucu Rasulullah Saw generasi kelima ini akan menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran murni kakeknya. Hingga usia 12 tahun, Imam Shadiq as diasuh oleh kakek beliau, Imam Sajjad as, dan kemudian berada di bawah bimbingan ayah beliau, Imam Muhammad Baqir as selama 19 tahun kemudian. Imam Shadiq as hidup di masa ketika Dinasti Bani Umayah sedang mengalami kemunduran dan Dinasti Bani Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam yang murni. Selama 34 tahun dari umur beliau, 65 tahun, Imam Shadiq as memikul tanggung jawab besar sebagai Imam dan pemimpin umat.
Periode Imam Shadiq as merupakan era pemikiran dan munculnya berbagai aliran dan mazhab. Situasi ini telah menyulitkan masyarakat Islam untuk menemukan ajaran-ajaran Islam yang benar dan menyeret mereka kepada jalan sesat. Namun cahaya petunjuk Imam Shadiq as yang terang benderang telah menyinari sudut-sudut kegelapan pikiran. Semua mazhab Islam sepakat bahwa beliau adalah pelopor dan terkemuka di berbagai ilmu seperti kalam, fikih, tafsir, akhlak dan berbagai bidang ilmu lainnya. Empat ribu orang dengan semua perbedaan yang mereka miliki, telah menimba ilmu kepada Imam Shadiq as dan menulis berbagai karya.
Imam Shadiq as menyebut kaum Muslimin sebagai saudara satu sama lainnya, dan mereka tidak boleh bersikap saling memusuhi. Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as disebutkan bahwa “Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Seorang Muslim adalah cermin dan panduan Muslim lainnya. Seorang Muslim tidak akan pernah mengkhianati, menipu dan menindas Muslim lainnya, dan tidak berbohong kepadanya serta tidak mengghibahnya.” (Ushul Kafi, Juz 2, Halaman 166).
Imam Shadiq as selalu berpesan kepada para pengikut Ahlul Bait as untuk menjalin hubungan baik dengan para pengikut mazhab lainnya. Perilaku, perbuatan dan perkataan beliau telah menarik perhatian para pemimpin dan para pengikut berbagai mazhab lainnya. Kemuliaan akhlak dan ketinggian ilmu beliau telah menarik perhatian Abu Hanifah dan para pemimpin mazhab Ahlus Sunnah lainnya sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi beliau untuk memanfaatkan kekayaan ilmu cucu Rasulullah Saw ini.
Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi hadir di kelas-kelas Imam Shadiq as selama dua tahun. Terkait hal ini, ia mengatakan, “Kalau bukan karena dua tahun, maka Nu`man (Abu Hanifah) telah celaka.” Malik bin Anas, pemimpin mazhab Maliki mengenai Imam Shadiq as berkata, “Belum ada mata yang melihat dan belum ada telinga yang mendengar serta belum ada manusia yang hadir dalam hati yang lebih baik dari Imam Jafar Shadiq as dari sisi keutamaan, ilmu, ibadah, wara` dan ketakwaannya.”(IbnShahr Ashoob, Manaqib Al Abi Thalib, Juz 3, Hal 372)