ICC Jakarta – Muhammadiyah mengecam serangan AS, Inggris dan Perancis ke Suriah dan mendesak kekuatan-kekuatan proksi yang terlibat untuk menyelesaikan konflik Suriah sesuai dengan keputusan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Muhammadiyah menilai serangan AS dan sekutunya tersebut tersebut bertentangan dengan hukum internasional.
“Serangan Amerika, sesungguhnya serangan terhadap peradaban dan serangan kepada kemanusiaan. Manusia dikorbankan untuk kekuasaan dan peradaban dunia dihancurkan demi egoisme kelompok atau golongan,” kata Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/4).
Muhammadiyah mengeluarkan sebuah pernyataan sikap terkait situasi Suriah dimana puluhan rakyat yang tidak berdosa meninggal. Termasuk perempuan dan anak-anak, yang diduga karena penggunaan zat kimia serta serangan Amerika Serikat yang didukung sekutu-sekutunya, Inggris dan Perancis. “Serangan ini merupakan pelanggaran kedaulatan Suriah dan bertentangan dengan hukum internasional,” kata PP Muhammadiyah dalam pernyataan yang ditandatangani Mu’ti bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy.
Menurut Muhammadiyah, atas alasan apapun serangan tersebut hanya akan semakin memperburuk keadaan dan memperkeruh kekisruhan politik yang terjadi di Suriah. Karena itu mereka mendesak negara-negara adikuasa untuk tidak menjadikan Suriah sebagai arena pertempuran konflik kepentingan mereka.
“Semua pihak hendaknya menahan diri agar situasi dapat lebih kondusif dan belajar dari sejarah serta tidak membuat sejarah baru yang lebih buruk dari apa yang telah terjadi pada masa lalu dan masa kini,” demikian pernyataan sikap PP Muhammadiyah.
Selain itu, Muhammadiyah juga mendorong transisi damai menuju Suriah yang sejahtera, damai dan bermartabat dengan mediasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
“Suriah adalah salah satu negara yang menyimpan kekayaan peradaban umat manusia dan agama-agama besar dunia. Perdamaian di Suriah adalah sebuah keniscayaan untuk menyelamatkan peradaban dunia,” tulis Muhammadiyah.
Dalam pernyataan sikapnya, Muhammadiyah mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih aktif dan mengambil prakarsa perdamaian di Suriah, baik melalui PBB maupun berkomunikasi dengan pemerintah negara-negara yang terlibat dalam konflik dan kepentingan politik di Suriah.
Muhammadiyah juga mengajak kepada bangsa Indonesia terutama umat Islam untuk memanjatkan doa bagi keselamatan, perdamaian dan berakhirnya tragedi kemanusiaan yang dialami bangsa dan negara Suriah.
Kepada CNNIndonesia.com, Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai bahwa dalam konteks perdamaian dunia faktor keamanan Suriah tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan perdamaian regional dan global. Mu’ti menilai saat ini pertarungan di Suriah bukan lagi antara Presiden Bashar Al Assad dengan oposisi, melainkan kekuatan unilateral yang mendukung masing-masing pihak.
“Kita lihat kelompok yang mendukung pemerintah ada Rusia, Iran dan beberapa negara lain yang tidak secara eksplisit menyatakan dukungannya. Lalu pihak oposisi yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Arab Saudi dan negara-negara koalisi di bawah Arab Saudi,” kata Mu’ti.
“Sehingga sekarang ini Suriah sudah menjadi battlefield, ajang pertempuran negara-negara lain. Kita khawatirkan proxy war dalam jangka panjang,” kata dia.
Mu’ti menuturkan perang proksi akan berdampak sangat luar biasa. Di sisi kemanusiaan, kita sudah melihat banyak arus besar pengungsi suriah ke berbagai negara, terutama Eropa, sebagian ke Amerika ada pula yang ke Australia. Hal ini menimbulkan masalah kemanusiaan yang sangat serius, banyak pengungsi Suriah yang meninggalkan negaranya tenggelam di laut, menjadi kelompok yang terlunta-lunta di negara yang tidak bisa menerima mereka, juga persoalan-persoalan lain yang menjadikan keadaan lebih buruk.
Peradaban Rusak
Lebih jauh Mu’ti menyatakan dalam konteks perdamaian, persoalan Timur Tengah selalu memiliki pengaruh terhadap perdamaian di belahan dunia lainnya. Meski pun, menurutnya, kasus Suriah tidak semasif Palestina.
Terkait peradaban dunia, isu Suriah tidak semasif isu Palestina. Sebagai pusat peradaban dunia, Suriah adalah kawasan di mana tersimpan peradaban dunia, baik Islam maupun agama lainnya.
Menurut Mu’ti, di Suriah tersimpan sejarah peradaban manusia. “Bagaimana kerukunan umat beragama, bagaimana harmoni terbangun. Dulu tercipta sangat bagus di Aleppo. Tetapi kita melihat Aleppo hancur lebur sekarang, bahkan UNESCO pun protes,” kata Mu’ti.
Dalam konteks agama Islam, di Suriah terdapat Masjid Umar. Yakni Masjid yang dibangun pada masa Umar bin Khattab, Kalifah Islam yang terkemuka. Masjid itu juga hancur karena perang. “Belum lagi kehancuran lain yang bersifat kultural dan moral sehingga menimbulkan luka sejarah yang sangat lama, untuk memulihkan segregasi dan konflik antar kelompok di Suriah. Dan jika perang tidak selesai, konflik itu akan semakin meruncing dan meninggalkan jejak buruk dalam sejarah di Suriah,” papar Mu’ti.
Tuduhan Senjata Kimia
Ketika ditanya terkait serangan senjata kimia yang dituduhkan Amerika Serikat dan sekutunya, dimana mereka menuding Presiden Bashar Al-Assad membunuhi rakyatnya sendiri, Mu’ti menyatakan bahwa segala tuduhan harus dibuktikan oleh tim penyelidik yang independen.
“Itu alasan Amerika yang tidak didukung fakta. Menurut saya harus ada proses investigasi oleh lembaga independen,” kata Mu’ti sambil menambahkan tayangan anak-anak dan korban senjata kimia menunjukkan adanya korban, namun pelakunya harus diketahui lewat penyelidikan. “Persoalannya, mereka terkena gas kimia, tapi yang melakukan dan yang menggunakan zat kimia itu belum ada pembuktian,” kata dia.
Mu’ti menilai serangan Amerika Serikat dan sekutunya tidak sah karena tidak ada mandat dalam konteks politik. Berkaca dari sejarah, Mu’ti memaparkan saat Amerika Serikat menginvasi Irak. “Invasi menurut saya, seperti yang dilakukan Amerika terhadap irak. Dulu dia menuding Saddam Hussein memakai senjata kimia. Di kemudian hari baru ketahuan tidak ada, tapi semuanya sudah terlambat. Saddam sudah mati, Irak hancur lebur,” kata Mu’ti.
“Kehancuran Irak bukan persoalan turunnya Saddam Hussein, tetapi peradaban dunia yang diwariskan kerajaan Islam, interaksi antar-ras, antar-kelompok yang terbangun di masa Abbasiyah, Baghdad yang pernah menjadi kosmopolitan di masa pertengahan kini tinggal puing-puing,” kata dia.
“Kalau boleh dibilang, itu ulahnya Amerika juga. Dia provokasi Saddam untuk invasi Kuwait. Dengan alasan itu AS menyerang Irak. Sejarah tahu ketika Irak melawan Iran, siapa di belakang Irak. AS juga sekutunya melawan Iran,” kata Mu’ti.
“Dunia tidak bisa ditipu atau dikelabui pernyataan Amerika Serikat yang standar ganda,” kata dia.
“Kita memiliki panggilan iman, kemanusiaan. Apapun imannya tidak bisa membiarkan manusia berdosa menjadi korban ambisi kekuasaan siapapun,” tegas dia. “Ini yang membuat Muhammadiyah membuat pernyataan. Ini tidak bisa dibiarkan. Persoalannya juga bukan Islam atau tidak Islam. Suriah bukan negara Islam. Yang hancur bukan saja peradaban Islam, tetapi juga Kristen dan agama lainnya,” kata Mu’ti. (nat)