ICC Jakarta –Kemenangan kaum Muslimin pada perang Badar membuat kaum kafir itu sakit hati dan geram. Pada puncak kegeraman mereka, Abu Sufyan mengumumkan bahwa tidak ada satu orang pun yang boleh memberitahukan tentang saudara dan kerabat mereka yang tewas dalam pertempuran Badar.
1. Perang Badar Sebelum mengumpulkan pasukan dan tentara Islam, Rasulullah Saw menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan suku-suku yang berdiam di sekitar kota Madinah. Penandatanganan ini dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dengan suku-suku itu. Pada saat yang sama, Rasulullah Saw memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang besar kafir Quraisy yang melintasi kota Madinah menuju Syria. Orang kafir Quraisy bertanggung jawab atas penjarahan harta dan rumah kaum Muslimin.
Peperangan ini dikenal sebagai perang Badar karena terjadi di suatu tempat dekat sumur Badar. Rasulullah Saw memutuskan untuk bertempur melawan bangsa Quraisy itu setelah menimbang dan memusyawarahkan langkah-langkah yang seharusnya ditempuh, berdasarkan keterangan-keterangan tentang posisi musuh. Akhirnya pasukan Islam berhasil memenangkan pertempuran itu.
2. Perang Uhud
Kemenangan kaum Muslimin pada perang Badar membuat kaum kafir itu sakit hati dan geram. Pada puncak kegeraman mereka, Abu Sufyan mengumumkan bahwa tidak ada satu orang pun yang boleh memberitahukan tentang saudara dan kerabat mereka yang tewas dalam pertempuran Badar.
Pada sisi lain, kaum Yahudi menjadi ketakutan dan khawatir akan kegemilangan kaum Muslimin. Salah seorang Yahudi bernama Ka’ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana ia membacakan syair-syair yang menghasut emosi kaum Quraisy sehingga mereka menangisi orang-orang yang tewas dalam pertempuran Badar. Ia menghasut kaum kafir Quraisy untuk membalas kekalahan ini.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah untuk menghitung-hitung biaya yang akan dikeluarkan pada pertempuran mendatang. Biayanya ditaksir 50.000 dinar emas. Sejak itu, mereka mulai mengumpulkan senjata dan meminta bantuan dari suku-suku yang berdiam di sekitar Makkah.
3000 orang kafir Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke Madinah. Abu Sufyan menjadi komandan perang dan Khalid bin Walid memimpin pasukan infantri. Mereka mendirikan kemah-kemah untuk istirahat di suatu dekat gunung Uhud. Abbas bin Abdul Muthalib yang merahasiakan kislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal rencana penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya, Rasulullah Saw segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut lawan di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, pasukan kaum Muslimin bergerak meninggalkan kota sehabis menunaikan salat Subuh. Atas perintah Rasulullah Saw, mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari kemah musuh. Rasulullah Saw menempatkan Abdullah bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dibekali dengan busur dan anak panah untuk berada di atas bukit. Penempatan di atas bukit itu adalah strategi jitu Rasulullah Saw. Beliau memerintahkan mereka untuk tidak beranjak dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah menang atau kalah dalam peperangan itu. Setelah itu, pasukan yang membawa bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Amir dari bangsa Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat tentara kafir mundur ke belakang. Namun kemudian, keadaan berbalik. Pasukan panah meninggalkan bukit karena iming-iming harta rampasan yang ditinggalkan pasukan Kafir. Mereka menyangka perang telah berakhir dengan kemenangan dipihak Islam. Sehingga mereka turun dari bukit dan berlomba untuk mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang).
Khalid bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum Muslimin. Ia dan pasukan infantrinya berbalik mengitari dan menduduki bukit kemudian menyerang kaum Muslimin yang sedang sibuk menjarah harta rampasan perang itu dari arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena keserakahan dan ketidaktaatan kepada Rasulullah Saw.
Selain itu, ada sekitar 70 anggota pasukan kaum Muslimin syahid dan selebihnya ada yang melarikan diri dari medan pertempuran. Perang berakhir dengan kemenangan berada dipihak musuh. Rasulullah Saw dapat diselamatkan berkat sikap keperwiraan Ali bin Abi Thalib serta bantuan pasukan kaum Muslimin lainnya. Ali beserta pasukan Muslimin lainnya berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh. Dengan kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari gangguan kaum kafir itu.
3. Perang Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari Madinah, tidak tinggal diam dan tenang-tenang saja melihat keadaan kaum Muslimin. Mereka diusir karena persekongkolan dengan musuh-musuh Islam dan kecurangan mereka terhadap kaum Muslimin. Pemimpin mereka melakukan pendekatan pada pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah dan melakukan penghasutan untuk mengadakan perlawanan terhadap kaum Muslimin. Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menolong suku Quraisy dengan segala kekuatan yang ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini, berbagai kelompok dan suku bersekutu untuk mengangkat senjata malawan Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab perang gabungan beberapa kelompok melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik dan pengkhianat dari Madinah. Mereka bersekutu untuk bahu-membahu menentang Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak 10.000 pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Panglima perang pasukan sekutu itu dikomandani oleh Abu Sufyan.
Beberapa pasukan berkuda dari suku Khuza’i memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaaan kepada panglima besar kaum Muslimin Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta untuk berkumpul memusyawarahkan segala sesuatu yang dianggap perlu.
Dalam musyawarah itu, sahabat utama Rasulullah Saw, Salman al-Farisi, mengusulkan untuk menggali parit disekeliling kota Madinah dan kaum Muslim berlindung dibalik galian parit itu. Akhirnya usulan itu di terima dan sebanyak 3.000 sukarelawan Islam bekerja siang dan malam untuk menggali parit dalam 5 meter, lebar 6 meter dan sepanjang 12.000 meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan musuh. Dibalik parit dibangun beberapa bunker yang di atasnya dijaga oleh pasukan berpanah.
Pasukan kaum Musyrikin tiba. Mereka melihat galian parit mengelilingi kota yang membuat mereka mustahil untuk melintasi dan menyerang orang-orang di balik parit.
Abu Sufyan segera memanggil Hayyi bin Ahthab, pemimpin yahudi dari Bani Nadhir dan memintanya untuk menemui Ka’ab bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang bermukim di Madinah. Ka’ab bin Asad diseru untuk melapangkan jalan orang-orang Yahudi. Muslihat seperti ini dimaksudkan untuk melapangkan jalan orang-orang Musyrikin itu menyerang kaum Muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah diketahui sebelumnya. Rasulullah Saw telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menugaskan 500 laskar untuk berpatroli di sekeliling kota. Laskar itu ditugasi untuk memelihara kota dalam keadaan tetap siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan dengan pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota berhasil dicegah dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang parit. Mereka tidak berhasil untuk mengecoh kaum Muslimin.
Sehingga sampailah pada suatu hari, lima orang gagah berani dari pihak Muslimin melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu dipimpin oleh Amr bin Wud berteriak lantang: “Wahai orang-orang yang mengaku penduduk Surga di mana kalian semua? Majulah, sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga. Tidak satu pun orang yang menjawab tantangan itu kecuali Ali. Ia bergerak cepat, maju dan mendekati orang itu laksana kilat dan setelah saling adu tantangan, Ali mengacungkan pedangnya dengan sekali tebasan. Setelah menebas kepala orang pongah itu, Ali mengumandangkan takbir ” Allahu Akbar! “
Salah satu sahabat Amr bin Wud melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr bin Wud yang lain berhasil melarikan diri dari kejaran Ali. Peristiwa ini demikian menggugah keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw: ” Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih berharga dibandingkan shalatnya seluruh manusia dan jin (yang sedang dilakukan dan akan dilakukan).”
Demi menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda pada hari berikutnya mencoba untuk melewati parit. Namun pasukan Mujahidin terlalu tangguh buat mereka. Melihat pasukan musuh telah kehilangan akal untuk memenangkan pertempuran, panglima besar tentara Islam, Rasulullah Saw menugaskan Naim bin Mas’ud untuk menciptakan kegaduhan dan kekisruhan antara orang-orang Yahudi dari Bani Kuraizhah dengan kaum Musyrikin. Penugasan itu bertujuan agar mereka memutuskan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Rasulullah Saw mengutus Hudzaifah Yamani pergi ke pihak musuh untuk melemahkan hati mereka agar patah semangat juangnya. Hudzaifah ditugaskan untuk memberitahukan bahwa akan datang badai gurun yang berbahaya. Taktik jitu ini berhasil. Pasukan musuh menjadi gaduh. Abu Sufyan meninggalkan medan tempur secara diam-diam dikegelapan malam. Abu Sufyan beserta pasukannya kembali ke Makkah dengan perasaan malu.
Ketika pasukan Muslimin terbangun disubuh hari, mereka menyaksikan lasykar kafir telah pergi meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah Saw mendengarkan berita tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan laskarnya untuk meninggalkan bunker dan kembali ke kota.