ICC Jakarta – Sehari setelah Republik Islam Iran menyatakan bahwa pasukan Amerika Serikat di kawasan Asia Barat akan dicap sebagai teroris, Departemen Pertahanan Amerika mengatakan, Iran bukan ancaman darurat bagi AS
Juru bicara Pentagon, Rebecca Rebarich menekankan, Pentagon tidak menganggap Iran sebagai ancaman terdekat bagi mereka. Sebelum ini dan menyusul pencantuman nama Sepah Pasdaran Iran atau IRGC di lis kelompok teroris Deplu AS, Tehran menyatakan bahwa untuk selanjutnya Komando Sentral Amerika Serikat (CENTCOM) dan pasukan Amerika yang ditempatkan di Asia Barat akan dianggap sebagai teroris.
Keputusan ini memicu kekhawatiran akan langkah balasan Iran terhadap aksi pemerintah AS menyebut struktur militer sebuah negara anggota PBB sebagai teroris. Kekhawatiran ini muncul karena pangkalan militer dan puluhan ribu pasukan Amerika di kawasan berada dalam jangkauan angkatan bersenjata Republik Islam Iran dan setiap langkah permusuhan terhadap IRGC akan memicu balasan keras dari Tehran. Sementara Presiden AS Donald Trump sendiri berulang kali mengkritik anggaran tujuh miliar dolar bagi perang di Irak dan Afghanistan.
Oleh karena itu, sudah dapat diprediksikan bahwa sikap kuat dan unjuk persautan nasional di Iran dalam mendukung Sepah Pasdaran akan memaksa AS mundur dari sikap awalnya. Meski demikian, berlanjutnya perbedaan pendapat di dalam negeri Amerika juga mempengaruhi sikap terbaru Pentagon yang menyebut Tehran bukan ancaman terdekat Washington.
Media massa Amerika sebelumnya menyebutkan bahwa Pentagon dan Dinas Rahasia AS (CIA) sejak awal menentang pencantuman Sepah Pasdaran di list kelompok teroris karena takut balasan Iran. Penentangan ini mendorong beberapa kali upaya Gedung Putih gagal baik itu di era Barack Obama maupun di era Donald Trump. Namun sepertinya dengan perubahan susunan tim keamanan nasional pemerintah AS dan hadirnya sosok-sosok radikal dan haus perang seperti Mike Pompeo di posisi menteri luar negeri dan John Bolton, penasihat keamanan nasional, pada kahirnya presiden Amerika bersedia mengambil langkah anti Pasdaran.
Meski demikian, pendekatan anti keamanan presiden AS menuai penentangan di dalam negeri. Di sisi lain, justru unit operasi militer dan interlijen AS di kawasan dan petinggi mereka di Washington yang lebih merasakan ancaman dan bahaya dari keputusan ini ketimbang presiden atau penasihat radikalnya yang hanya memikirkan kepentingan politik dan pemilu dari keputusan tersebut.
Oleh karena itu, sepertinya mereka menunda-nunda implementasi statemen terbaru Gedung Putih anti Pasdaran atau paling tidak, melalui berbagai statemen berusaha meminimalkan potensi bentrokan militer antara Iran dan Amerika. Hal ini karena menurut Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, era “memukul dan memanen” telah lewat dan setiap aksi permusuhan Amerika akan mendapat balasan tegas dan setimpal dari Iran.
Deputi menteri luar negeri AS di era pemerintahan Barack Obama, Wendy Sherman seraya menekankan realita ini mengatakan, “Dengan memberi label teroris sebuah militer asing, Kami telah menempatkan pasukan kami dalam bahaya khususnya di Irak dan negara tetangga Iran.”