ICC Jakarta – Ide untuk memboikot produk-produk AS-Israel mendapatkan tanggapan beragam. Yang paling umum tentu saja: kalo gitu stop pake fesbuk! Yang paling epic: kalo gitu, Anies-Sandi balikin sonoh ijazahnya ke Amrik!
Minimalnya ada 4 poin dalam diskusi tentang boikot ini, dikaitkan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang penuh friksi.
(1) Apa Tujuan Aksi Boikot?
Perlu dicatat, aksi boikot produk Israel sudah sangat banyak dilakukan masyarakat dunia; termasuk negara-negara Eropa.
Tujuan utama aksi boikot adalah menekan rezim Zionis-Israel agar menghentikan semua tindakan represifnya, atau bahkan membuatnya bubar, seperti dulu Rezim Apartheid di Afrika Selatan juga bubar berkat aksi boikot komunitas internasional.
Harapannya, rezim Zionis bubar, lalu didirikan sebuah pemerintahan demokratis yang mengakomodasi semua kepentingan warga yang tinggal di tanah itu, baik Muslim, Yahudi, maupun Nasrani. Boikot adalah cara perjuangan non-violence.
Ada berbagai jenis gerakan boikot yang dilakukan komunitas internasional, meskipun belum menjadi gerakan masif. Di antaranya adalah gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) dan Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel (PACBI).
Sebuah badan akademis bergengsi Amerika Serikat, American Studies Association (ASA), dengan lebih dari 5000 anggota, pada 2013 telah bergabung dengan gerakan boikot Israel, dengan alasan “pelanggaran Israel terhadap hukum internasional dan resolusi PBB”.
Secara perorangan, tokoh-tokoh terkenal pun berani melakukan aksi boikot. Professor Stephen Hawking misalnya, pada bulan Mei 2013 menolak hadir dalam konferensi di Israel sebagai bentuk protes atas perlakukan Israel terhadap warga Palestina.
Bahkan gereja Inggris pun melakukan boikot dengan cara menarik sahamnya dari perusahaan Caterpillar karena terbukti produk Caterpillar (buldozer) berperan besar dalam penghancuran rumah-rumah bangsa Palestina.
Warga biasa, seperti kita, juga bisa berkontribusi dengan melakukan pemilihan produk yang kita beli. Sebuah langkah kecil dari kita, ternyata bisa berdampak besar bagi ekonomi Israel. Aksi boikot terbesar dilakukan negara-negara Eropa, disusul Amerika Serikat.
Pada Januari 2014 saja, Israel sudah merugi 150 juta dollar AS akibat aksi boikot..Ekspor komoditas dari area permukiman Yahudi ke mancanegara menurun hingga 20 persen sepanjang tahun 2013. (Kompas, 24/2/2014). Pada tahun 2014, perusahaan-perusahaan Israel menekan Netanyahu dan menyatakan “kestabilan ekonomi hanya bisa dicapai kalau Israel berdamai dengan Palestina”.
(2) Apa yang Diboikot?
Target boikot adalah produk perusahaan-perusahaan yang sebagian labanya disalurkan untuk Israel, atau jelas-jelas berdiri di Israel. Patokannya adalah, kemana uang perusahaan itu mengalir. Bisa jadi, perusahaan itu berdiri di AS, milik orang AS, namun keuntungannya dialirkan ke Israel. Jadi, tidak asal “Amerika”. Ingat lagi, tujuan aksi ini adalah melemahkan ekonomi Israel, sehingga diharapkan rezim Zionis yang jahat itu tumbang.
(3) Bagaimana respon kita atas seruan aksi boikot?
Saya perhatikan, di facebook, respon teman-teman sangat terkait dengan preferensi politiknya. Tidak bisa dipungkiri, publik sudah terbelah gara-gara piplres. Ada kubu yang selalu mengkritik pemerintah, apapun caranya. Pemerintah sudah melakukan banyak hal yang luar biasa dalam isu Palestina, namun kini digoyang lagi dengan seruan boikot (kalau ga mau, dianggap tidak berbuat apa-apa).
Dalam Konferensi OKI di Turki kemarin, pidato Presiden Indonesia justru jauh lebih tegas daripada negara-negara Arab. Yang paling berperan mengawal jalannya sidang, adalah pemerintah Indonesia. Sementara yang lain, cenderung gontok-gontokan. Mengapa? Karena Indonesia adalah negara yang jauh dari konflik, tidak ada vested-interest, sehingga lebih mampu bersikap jernih. (Sudah tahu kan, dalam konferensi itu Saudi saja cuma kirim wakil menlu, Mesir yang tetangga langsung Palestina, cuma kirim Menlu).
Jadi, di satu sisi, muncul respon negatif atas seruan boikot akibat sentimen pada pihak penyeru (yang memang terkesan ingin menekan pemerintah; padahal pemerintah sudah sangat maksimal, menimbang sikon yang ada). Muncullah respon, “Gua dukung simpatisan PKS boikot WA dan FB biar damai dunia medsos”
Tapi di saat yang sama, memang ada orang-orang pro Israel (ZSM) yang mengecilkan arti gerakan boikot ini dengan menyebarkan broadcast merendahkan kaum Muslim, misalnya “Yang terima Nobel sains selama ini orang Yahudi lho! Muslim yang diabetes ga usah pake insulin, kan menemukan orang Yahudi! Dst.” Seorang tokoh ZSM juga nulis status, “Anies Sandi balikin ijazahnya ke Amrik!”
Logika ZSM ini falasi dari sisi ‘not appe to apple’ (analogi tidak setara, baca lagi seri tulisan saya “Kuliah Logika”). Coba baca lagi apa hakikat dan tujuan aksi boikot. Sangat tidak nyambung urusannya dengan insulin, Noble, ijazah, dll. Aksi boikot Israel bukan aksi benci Yahudi, tapi upaya menumbangkan rezim Zionis dengan cara non-kekerasan. Yang melakukan pun bukan hanya Muslim (baca lagi poin 1).
(4) Jadi, kita musti ngapain?
Aksi boikot adalah pilihan hati nurani. Pilihan yang dilakukan semampunya saat berbelanja. Mau beli merk A atau B? Kalau saya yakin (bukan asal nuduh) bahwa merek A dibuat oleh perusahaan yang mengalirkan sebagian labanya ke Israel, saya akan pilih merk B. Sesederhana itu. Tapi insyaAllah efeknya tidak sederhana. Minimalnya, saya mengajari anak saya untuk peduli pada nasib orang terjajah. Dan bukankan ini sebenarnya sejalan dengan gerakan “cintailah produk-produk dalam negeri” demi memperkuat ekonomi bangsa kita sendiri? [Dina Y.Sulaeman]