ICC Jakarta – Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa nanti di hari kiamat, Al-Qur’an akan mengadu kepada Allah Swt. atas sikap kaum muslimin yang meninggalkan dan melupakan Al-Qur’an. Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang diadukan oleh Qur’an kepada Allah Swt. Pada kesempatan ini, kita akan membahas tentang tafsir surah al takaatsur.
Allah Swt. berfirman, “ Kalian telah dilalaikan oleh al-takaatsur “. al-Takaatsur berasal dari kata katsir, artinya banyak atau berlimpah ruah. Yang dimaksud dengan al-takaatsur disini menurut beberapa riwayat adalah berlomba-lomba memperbanyak harta dan keturunan.
Ayat ini dengan jelas mengingatkan kepada kita bahwa umat manusia seringkali dibuat lalai oleh perlombaan memperbanyak harta dan anak keturunan. Memang harta dan anak seringkali membuat manusia lupa kepada Allah Swt. Banyak ayat yang serupa dengan ayat ini, yang menyebutkan bahwa, innamal amwaalu wal awlaadu fitnah, sesungguhnya harta dan anak adalah ujian dan cobaan.
Kita seringkali disibukkan untuk mengejar harta dan memperbanyak keturunan. Sehingga dengan kesibukan itu, kita lupa terhadap tujuan dari hidup kita sebenarnya. Kita tidak lagi melihat dunia sebagaimana mestinya dan secara hakiki. Allah Swt dalam ayat yang lain berfirman : “Ya’lamuuna dzaahiran minal hayaatid dunya wahum ‘anil aakhiroti hum ghofiluun”( QS: al Ruum 7). Kebanyakan dari manusia meyakini atau mengetahui hal yang lahir dan tampak dari dunia, tetapi mereka lengah terhadap hakekat dunia.
Kita mengejar dunia yang kita lihat secara lahiriah saja, yang menawan dan mempesona, tetapi kita lupa akan hakekat dari dunia. Padahal dalam ayat yang lain Allah menegaskan bahwa, “Wamal hayaatuddunya lila lai’bun wa lahwun” ( QS: al An’am 32). Kehidupan dunia ini tidak lain dan tidak bukan hanya permainan belaka. Kita seringkali melihat dunia sesuatu yang sangat serius sekali. Untuk mengejar harta, kita rajin bangun pagi dan yang kita pikirkan adalah harta atau segala sesuatu yang bersifat materi. Kita lupa bahwasanya harta yang kita cari adalah bukan tujuan yang utama, itu hanya sebuah permainan saja.
Sampai kapan kita dibuat lupa oleh al takaatsur ?. Hatta zurtumulmaqoobir. Artinya, sampai kalian menziarahi kubur. Ziarah kubur di sini bukan mendatangi kuburan orang soleh atau kuburan orang tua kita. Maksud ziarah di sini adalah sampai kita mati. Setelah mati, kita baru sadar bahwa dunia itu benar-benar telah melengahkan kita. Dunia telah menjauhkan kita dari Allah, dunia telah membuat kita buta terhadap hakekat. Ketika manusia bergelut dengan dunia maka dunia yang nyata dan haqiqi tidak terlihat olehnya. Namun ketika ajal tiba, barulah manusia menyadari haqiqat dunia itu. Berkenaan dengan ini, Imam Ali bin Abi Thalib as. Berkata, “Manusia itu pada haqiqatnya tengah tidur. Jika mereka mati, maka mereka bangun dari tidurnya itu.“
Sebagaimana halnya orang tidur yang beranggapan bahwa yang ia lihat dan alami dalam mimpinya adalah sebuah kenyataan, padahal itu hanya mimpi belaka. Begitu ia jaga dari tidurnya, maka ia sadar bahwa itu sekedar mimpi belaka.
Jadi, manusia yang amat serius dengan dunia sama dengan orang yang sedang mimpi. Ia terbuai dengan dunia. Ia senang dan sedih mengikuti irama dunia yang dialaminya. Kematian yang menjadikan ia jaga dan sadar. Oleh karena itu, Imam Ali as. Juga pernah mengatakan,“ Matilah kalian sebelum mati “
. Artinya matikanlah ego dan kecintaan kita pada dunia sebelum mati secara fisik.
Imam Ali as. sebagaimana yang dikutip dalam beberapa riwayat, seringkali mengalami mati dalam arti fana’ dalam lautan kekaguman kepada Allah atau kecintaan kepadaNya. Pernah para sahabat Beliau datang kepada Sayyidah Fathimah as. Dan berkata, “Wahai Fathimah suamimu meninggal dunia (sedang pingsan)”. Sayyidah Fathimah dengan nada yang datar menjawab, “ Itu hal yang biasa dialami oleh suamiku, Ali ”.
Para sahabat Beliau menganggapnya tidak sadar, padahal Beliau berada pada puncak kesadaran akan dunia. Beliau mengetahui dunia sebagaimana adanya. Beliau mengalami beberapa kematian sebelum kematian fisik.
Kemudian Kalla sawfa ta’lamun. Sama sekali tidak, kalian akan mengetahui akibat dari kelengahan kalian. Sekarang ini kebanyakan manusia tidak mengetahui akibat dari kelengahan mereka akan haqiqat dunia, sehingga mereka benar-benar terbuai oleh dunia dan berlomba-lomba memperbanyak harta dan keturunan. Tetapi nanti kalian akan mengetahui haqiqat dunia. Lalu Allah Swt. sekali lagi berfirman untuk menegaskan, “ Tsumma kalla sawfa ta’lamun “ .
Jadi kita semua akan mengetahui haqiqat dunia setelah kita mati. Menarik sekali untuk kita perhatikan bahwa pada ayat berikutnya, Allah Swt. berfirman, Kalla law ta’lamuuna ilmalyakin, tidak ada “sawfa “
Sebuah kata yang menunjukkan waktu yang akan datang. Dalam ayat ini Allah berfirman, “ Kalau kalian mengetahui (nya) dengan ilmu yaqin “. Kalau ayat sebelumnya mengatakan bahwa kalian akan mengetahui nanti setelah mati, maka ayat ini mengatakan bahwa sekarang juga kamu mengetahui. Jika kalian sekarang mengetahui tentang dunia yang sebenarnya dengan ilmu yakin, maka Latarowunna ljahim, (kalian pasti dan sungguh-sungguh melihat neraka).
Jadi, jika kita mengetahui sekarang ini dengan ilmu yakin, maka kalian benar-benar dan sungguh-sungguh akan melihat jahim di dunia. Pada umumnya manusia mengetahui atau meyakini jahim nanti di akherat setelah mati, tetapi ada orang-orang yang melihat neraka dengan mata hatinya di dunia sebelum mati. Dalam sebuah riwayat dijelaskan tentang seorang pemuda yang ditanya oleh Nabi Muhammad Saww., Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini ? Dia menjawab, “Di pagi hari ini aku dalam keadaan iman dan yakin. “
Lalu Nabi Saww. bertanya kembali, “Apa tanda keimananmu ?” “Ya Rasulullah, aku sekarang ini menyaksikan surga dan neraka di hadapanku.“
Tentu pemuda ini telah sampai dalam pendekatan diri kepada Allah pada sebuah kedudukan sehingga melihat neraka di dunia ini. Sebenarnya setiap manusia bisa menyaksikan neraka di dunia sebelum di akherat. Dalam khutbahnya, yaitu khutbah Hammam, Imam Ali as. Menyebutkan beberapa ciri orang-orang yang bertaqwa, diantaranya : “Mereka dengan surga seperti seorang yang telah menyaksikan surga sehingga mereka terhibur dengan surga. Dan mereka dengan neraka seperti seorang yang telah menyaksikan neraka sehingga dia tersiksa dengan neraka.”
Bagi mereka surga dan neraka adalah dua hal yang nyata dan tampak di hadapan mata mereka.
Kemudian berikutnya, surat ini melanjutkan tsumma latarowunnaha ainalyakin, (kalian akan melihat neraka dengan ainulyakin). Ainalyakin lebih tinggi dari pada ilmulyakin. Pembahasan tentang ini dikaji secara detail dalam kajian akhlak dan irfan yang sangat dalam, dan di luar pembeciraan kita sekarang ini. Bagi mereka yang sudah sampai pada maqam ainulyakin, antara surga dan neraka tidak ada bedanya. Yang menjadi pusat perhatian mereka hanya Zat Allah Swt. semata.
Tsumma latus’alunna yauma’idzin a’ninnaim, (kemudian kalian akan ditanya tentang nikmat). Kalian akan ditanya oleh Allah tentang semua kenikmatan yang Ia limpahkan kepada kita. Kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Rezeki yang kita peroleh akan ditanya. Apapun kenikmatan yang kita rasakan akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah Swt. Makin banyak kenikmatan yang kita peroleh, maka makin banyak pertanyaan.
Dalam beberapa riwayat dari Ahlul Bait as. Disebutkan bahwa an na’im pada surat ini adalah nikmat yang paling besar yaitu wujud Ahlul Bait as. Setiap manusia nanti di hari kiamat akan ditanya oleh Allah tentang Ahlul Bait. Ahlul Bait adalah karunia dari Allah yang besar sekali, maka secara khusus kita akan ditanya oleh Allah Swt. sehubungan dengan kecintaan, kesetiaan dan ketaatan kita kepada Ahlul Bait a.s. (Ust Husein al-Kaff)