ICC Jakarta – Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (17/2/2021) dalam pidato memperingati kebangkitan bersejarah rakyat Tabriz, Provinsi Azerbaijan Timur, menjelaskan sejumlah capaian besar Republik Islam.
Pada 18 Februari 1978, masyarakat Tabriz turun ke jalan-jalan bertepatan dengan 40 hari pembunuhan orang-orang Qum oleh pasukan rezim Shah Pahlevi. Mereka memprotes kediktatoran yang dilakukan rezim Shah dan menyuarakan gerakan anti-Shah.
Ayatullah Khamenei dalam pidatonya melalui konferensi video, menyapa masyarakat Tabriz dan Azerbaijan Timur, dan berkata, “Setiap tahun, kita biasa bertemu dengan kalian di Husainiyah ini (Husainiyah Imam Khomeini Tehran) dan saya senang atas kehadiran kalian semua. Sayangnya, tahun ini (kondisi) tidak memungkinkan untuk melakukannya dan ini adalah salah satu dari berbagai pasang surut dalam kehidupan.”
“Saya percaya bahwa jika bukan karena gerakan berani yang dilakukan oleh orang-orang Tabriz pada tanggal 29 Bahman (18 Februari 1978), maka gerakan berdarah masyarakat Qom mungkin secara bertahap dilupakan, seperti gerakan 15 Khordad yang secara bertahap sedang dilupakan. Tentu saja, setelah revolusi, ia dihidupkan kembali, tetapi sebelum revolusi orang-orang secara bertahap melupakan apa yang telah terjadi di Tehran, Qom, Varamin dan kota-kota lain pada 15 Khordad tahun 1342,” kata Rahbar.
Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
Menurutnya, kebangkitan rakyat Qum pada 19 Dey mungkin juga akan mengalami nasib yang sama jika masyarakat Tabriz tidak bangkit. Namun, rakyat telah menciptakan epik 29 Bahman dan memberikan semangat baru bagi gerakan revolusioner.
Pada kesempatan itu, Ayatullah Khamenei mengucapkan selamat kepada semua masyarakat Tabriz dan Azerbaijan serta rakyat Iran atas datangnya bulan Rajab dan menyampaikan harapan agar setiap orang memperoleh manfaat dari berkah maknawi bulan ini.
Rahbar mencatat bahwa hal yang sangat penting adalah; Tabriz dan Azerbaijan selalu memiliki dua kriteria dan identitas yang permanen dan abadi. Pertama adalah ikatan yang kuat pada Islam dan kesalehan, dan kedua adalah komitmen yang kuat untuk Iran. Keduanya memiliki arti yang sangat penting bagi Islam dan Iran. Rakyat Azerbaijan selalu melawan orang-orang asing yang ingin mencabik-cabik berbagai bagian Iran di wilayah itu dan berhasil menjaga keutuhan negara.
Menurut Ayatullah Khamenei, Azerbaijan adalah benteng kuat Iran dalam melawan serangan asing. Kita selalu menjadi target serangan yang dilancarkan oleh para tetangga yang agresif – Tsar Rusia, Kekaisaran Ottoman, dan Uni Soviet. Jika bukan karena Azerbaijan dan Tabriz serta perlawanan, ketabahan dan pengorbanan mereka, maka serangan-serangan itu mungkin akan mencapai daerah-daerah tengah negeri ini. Azerbaijan adalah benteng yang kuat yang selalu menangkis dan menggagalkan serangan tersebut.
Azerbaijan khususnya Tabriz adalah daerah yang telah melahirkan para tokoh luar biasa di bidang sains, seni, dan politik. “Selama 150 tahun terakhir – saya belum mempelajari era sebelumnya – baik di bidang ilmu agama maupun ilmu alam – merupakan daerah teladan dan benar-benar menghasilkan para elit karena mendidik faqih, cendekiawan, orator, dan ilmuwan hebat. Jadi, Azerbaijan dikenal karena mengembangkan kepribadian luar biasa di bidang ilmiah dan seni,” jelasnya.
Ayatullah Khamenei kemudian bertanya, hal apa yang dapat memberikan identitas dan kekuatan pada suatu bangsa dan sebuah gerakan? Pertama, memiliki infrastruktur ideologis yang kokoh. Menurutnya, penyebab mengapa banyak negara yang telah melakukan revolusi dan bergerak melawan hegemoni, arogansi, penindasan serta tirani, kembali ke era sebelumnya setelah periode yang singkat – setelah periode lima tahun atau setelah 10 tahun – dan mengikuti jalur pendahulunya adalah karena mereka tidak memiliki infrastruktur ideologis yang kuat.
“Musuh utama kekuatan hegemonik adalah infrastruktur ideologis yang merupakan infrastruktur Islami. Infrastruktur ini berbasis ajaran Islam dan telah dijelaskan secara detail oleh Imam Khomaini ra,” tambahnya.
Selain itu, pelajaran berharga juga dapat dipetik dari para pemikir revolusioner kita, para pemikir seperti Shahid Muthahhari, Shahid Beheshti dan lainnya hingga sekarang. Para pemikir ini mendapatkan basis ideologis dari al-Quran dan ajaran Islam. Tentu saja, saya sangat yakin bahwa kekuatan intelektual pemerintahan Islam harus menyelesaikan dan melanjutkan jalan ini. Mereka harus meningkatkan, mempromosikan, dan memperbarui ideologi ini setiap hari karena dengan munculnya persoalan baru, maka diperlukan jawaban baru. Jawaban baru ini harus diberikan kepada orang-orang yang mencarinya, para peneliti dan pemuda.
“Hal ini (basis ideologis) perlu, tetapi dalam praktiknya kita juga memerlukan hal lain karena keberadaan infrastruktur saja tidak cukup. Lalu apa yang kita butuhkan dalam praktiknya? Rasa tidak takut, tidak kenal lelah, tidak berputus asa, dan tidak malas serta tidak terjebak dalam permainan musuh dan membantunya. Ini dibutuhkan dalam tindakan nyata,” ungkap Ayatullah Khamenei.
Dan kita harus siap berkorban di tempat yang tepat. Ini berarti bahwa dalam kasus-kasus tertentu, kita perlu berkorban dan mempertaruhkan nyawa kita. Seperti Syahid Soleimani yang siap mengorbankan nyawanya. Begitulah cara dia memasuki berbagai arena. Hal yang sama berlaku untuk syahid terkasih lainnya seperti Syahid Bakeri.
Dalam pandangan Ayatullah Khamenei, bangsa Iran di usi 42 tahun Revolusi Islam tetap tidak lelah meskipun ada banyak masalah. Buktinya adalah partisipasi luas masyarakat pada acara tasyi’ jenazah Syahid Soleimani dan juga selama acara pawai 22 Bahman tahun ini. Di tengah pandemi Corona, masyarakat melakukan inovasi baru dan tidak membiarkan pawai hari kemenangan Revolusi Islam dibatalkan.
“Kapan pun jihad ini ada, maka ia akan diikuti oleh bimbingan dari Allah Swt. Dengan kata lain, setiap kali jihad dan pengorbanan diri ada, Allah tidak akan meninggalkan kita sendirian. ‘Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.’ Ketika hamba-Nya menunjukkan ketekunan, maka Allah Swt akan memberikan petunjuk-Nya kepada mereka,” jelas Rahbar.
Selain bimbingan Ilahi, seseorang akan mendapatkan keuntungan berupa kesuksesan dan kemajuan. ‘Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak)’ Kata Ma’an Ghadagha berarti memuaskan dahaga dengan air segar dan berlimpah. Para ahli tafsir mengatakan bahwa ungkapan ini berarti menyelesaikan semua masalah dalam hidup. Jika kalian menunjukkan ketabahan dan perlawanan – artinya tidak akan menyimpang dari jalan dan jika tetap mengambil jalan yang lurus – maka persoalan dalam hidup pasti akan terselesaikan dan kekurangan akan teratasi.
Di bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei mengatakan Revolusi Islam telah mengubah pengelolaan negara dari pemerintahan diktator, monarki, dan individualis menjadi pemerintahan yang populer, republik dan demokratis. Saat ini masyarakat bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Mereka-lah yang memilih. Mereka mungkin memilih dengan buruk, tetapi mereka-lah yang memilih. Ini masalah yang sangat penting. Sebelumnya, hak tersebut tidak ada dan negara adalah sebuah negara diktator. Semuanya ada di tangan rezim.
Berbicara mengenai kesepakatan nuklir JCPOA, Rahbar menandaskan, “Kami telah berbicara tentang kebijakan Republik Islam dalam JCPOA. Hal tertentu disampaikan dan janji tertentu dilontarkan. Saya hanya ingin mengatakan ini, ‘Kami telah mendengar banyak kata-kata dan janji manis, tetapi dalam praktiknya, mereka tidak dilaksanakan dan justru sebaliknya, mereka telah bertindak melawan janji-janji itu.’”
“Tidak ada gunanya berbicara. Tidak ada gunanya memberi janji. Kali ini hanya aksi nyata yang penting! Jika kami melihat tindakan di pihak lain, kami akan mengambil tindakan juga. Kali ini, Republik Islam tidak akan puas mendengar kata-kata dan janji ini dan itu,” pungkasnya.
Source: Parstoday