ICC Jakarta – Malas termasuk dari sifat-sifat buruk dan tercela, di mana tidak terbatas pada kelompok usia tertentu, namun sifat malas bagi remaja sangat merugikan. Sebab, di masa itu mereka dalam usia pertumbuhan dan perkembangan yang sangat menentukan masa depan. Malas merupakan penyakit berbahaya bagi kehidupan manusia terutama bagi generasi muda. Sifat buruk ini akan menghancurkan karakter manusia dan membuat layu bunga-bunga segar kehidupannya, bahkan akan menyebabkan manusia tertinggal di jalan kehidupannya itu.
Malas bagaikan sebuah mata rantai yang sambung menyambung dan mengikat kaki dan tangan manusia. Jika seseorang malas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, maka dalam waktu yang tidak lama, ia tidak akan memiliki semangat lagi untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya yang lain. Jika kondisi tersebut berlanjut dalam dirinya, ia akan berubah menjadi orang yang tak berguna dalam keluarga dan masyarakat.
Para psikolog meyakini bahwa rasa malas memiliki banyak sebab. Sejumlah penyakit fisik seperti Hipotiroid, Anemia atau gangguan mental seperti depresi dan gangguan kepribadian, dapat menjadi penyebab munculnya sifat malas dalam diri manusia. Namun pada dasarnya, hubungan malas dengan depresi dan gangguan kepribadian adalah hubungan dua arah, di mana kondisi-kondisi itu saling memperkuat satu dengan lainnya.
Kehidupan di dunia modern sekarang ini membawa kemudahan bagi manusia, namun hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab munculnya rasa malas dalam dirinya. Teknologi baru saat ini telah memudahkan manusia untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya dengan sangat mudah sehingga ia tidak banyak melakukan aktivitas fisik yang diperlukan. Padahal, tidak melakukan aktivitas fisik dan tidak terbiasa untuk berolah raga atau kegiatan fisik lainnya, akan memunculkan rasa malas dalam diri manusia.
Malas dan lalai dalam pekerjaan adalah hal-hal yang sering diperingatkan dalam Islam, dan umat Islam selalu ditekankan untuk menjauhi sifat tercela itu. Sifat buruk tersebut juga sangat dicela dalam al-Quran dan riyawat Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait as. Imam Shadiq as berkata, “Jauhilah malas dan tidak semangat, sebab kedua sifat tersebut akan menghalangimu untuk memperoleh manfaat dari dunia dan akhirat.” Sementara Imam Ali as berkata: seseorang yang malas hingga berlebihan maka akan menjadi lemah dan ia akan menghancurkan kehidupannya, dan akibatnya, akan mengarah kepada dosa dan ketidaktaatan kepada Allah Swt.
Dalam riwayat di atas, sifat malas dicela disebabkan oleh dampak dari sifat itu yang akan merusak kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Sementara di dalam berbagai riwayat lainnya, juga disinggung mengenai beberapa dampak merusak lain dari malas seperti kemiskinan, pengucilan, kehinaan dan dianggap tak berharga oleh orang lain.
Sifat malas juga akan menghalangi harapan manusia dan menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak Tuhan dan hamba-hamba-Nya. Manusia yang malas tidak akan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, dan pada akhirnya ia akan terjerumus ke dalam lembah dosa dan maksiat serta kesengsaraan abadi. Dengan demikian, dampak malas bagi manusia telah sampai pada tahap yang tidak mudah untuk diperbaiki.
Al-Quran menyebut malas khususnya dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan ibadah kepada Allah Swt, sebagai sifat yang buruk, dan sifat itu dianggap sebagai ciri orang-orang munafik. Dalam Surat An-Nisa Ayat 142, Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah menipu mereka pula. Dan jika mereka berdiri untuk mengerjakan salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bersifat riya di hadapan manusia dan tidak berzikir kepada Allah kecuali sebentar.”
Shalat adalah perantara terbaik untuk menjalin hubungan dengan Allah Swt dan merupakan bentuk pengabdian dan kerendahan hati di hadapan-Nya. Orang yang munafik tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, sehingga ketika ia mengerjakan shalat ia akan melaksanakannya dengan malas dan tidak bersemangat. Dengan demikian, malas dalam mengerjakan tugas terpenting manusia di hadapan Tuhan tidak menunjukkan sifat keimanannya.
Dengan mengkaji ayat-ayat dan riwayat dapat dipahami bahwa tidak adanya pemahaman yang benar atas situasi dan kondisi serta posisi individu menjadi akar utama dari malas. Masalah tersebut tidak hanya terbatas di ranah agama saja, tetapi lebih dari itu. Barang siapa malas atas sesuatu dan tidak mengerjakan pekerjaannya, maka ia sebenarnya tidak memahami situasi dan kondisinya sendiri.
Seorang siswa yang tidak memahami manfaat dan pentingnya pelajaran dan ilmu, ia akan malas untuk belajar. Dengan demikian, pengubahan pandangan siswa dan pemberian pemahaman tentang manfaat dan pentingnya ilmu serta kerugian jika meninggalkannya, adalah langkah pertama untuk mencegah mereka supaya tidak malas belajar.
Sebaliknya, orang yang memiliki pandangan benar terhadap dirinya dan dunia, serta memahami bahwa dunia merupakan kesempatan singkat dan menentukan nasib kehidupannya di akhirat, maka ia akan menghindarkan diri dari sifat malas. Jika seseorang memiliki iman kuat yang didukung oleh pengetahuan, maka ia tidak akan pernah malas dalam mengerjakan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat, puasa, jihad, haji, infaq dan kewajiban lainnya, dan ia akan mampu mencapai kebahagiaan abadi. []