ICC Jakarta – Manusia yang memiliki dua sisi, jasmani dan ruhani memiliki kecenderungan untuk menuruti keinginan yang kadang-kadang bertentangan dengan perintah-perintah akal. Jika ia tidak mampu untuk mengontrol keinginan-keinginannya itu , maka akan menjadi keinginan yang berbahaya dan destruktif.
Supaya keinginan sensual menuruti perintah akal atau tersedia dua jalan. Jalan pertama adalah beriman kepada Allah dan kehidupan abadi akhirat. Jika manusia memiliki keimanan yang kokoh ini, niscaya ia akan memiliki kontrol yang benar atas keinginan sensualnya karena ia mengetahui bahwa konsekuensi dari memperturutkan keinginan sensual itu adalah bahwa ia akan terputus hubungannya dari Allah:
أَرَأَيْتَ مَنْ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيلاً
Tidakkah kamu perhatikan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? (QS. al-Furqan [25]:43).
Dalam kata-kata Imam Ali as:
“Orang yang memperturutkan hawa nafsunya akan membuatnya buta, tuli, nista dan tersesat.” (Mizan al-Hikmah, hadis nomor 6695.)
Tanpa ragu, orang yang mata batinnya telah menjadi buta, yang telinga batinnya telah menjadi tuli, yang tidak melihat ayat-ayat Allah dan yang tidak mengenal Allah, adalah orang tersesat yang malang dan terhinakan dalam kehidupan kemanusiaannya. Ia hampir tidak bisa kembali kepada Allah dan menemukan kebenaran.
Karenanya, keimanan yang teguh kepada Allah dan kehidupan di akhirat merupakan energi terkuat yang mencegah manusia dari memperturutkan hawa nafsunya dan manusia seperti itu tidak hanya menjadikan keinginannya berada dibawah kontrol akalnya, tetapi juga selalu waspada untuk tidak memperturutkan keinginan apa pun selain apa yang dikehendaki oleh Allah. Manusia seperti itu akan sukses dan akan ditempatkan di surga. Al-Quran menyatakan:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وْنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsunya, maka surga akan menjadi tempatnya kembali (QS. al-Nazi’at [79]:40-41).
Dengan demikian, keimanan kepada Allah serta kepada ganjaran dan hukuman di akhirat adalah jalan yang benar untuk mengontrol keinginan-keinginan seorang manusia dan juga dapat mencegah manusia dari memperturutkan hawa nafsunya serta menolongnya mengubah akhlaknya yang buruk menjadi akhlak yang baik. Inilah jalan yang para nabi penerima wahyu ilahi telah mengajak manusia menujunya dan meminta manusia untuk taat kepada Allah, bertakwa kepada-Nya dan takut terhadap hukuman ilahi.
Jalan kedua untuk mengontrol hawa nafsu dan memperbaiki akhlak seorang manusia adalah memiliki pengenalan yang mendalam tentang Tuhan Yang Mahamulia dan merasa dirinya berada di hadapan Tuhan. Al-Quran menyatakan:
ذَلِكُمْ اللَّهُ رَبُّكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْئٍ فَاعْبُدُوهُ
Inilah Allah, Tuhan kamu, tiada Tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia (QS. al-An’am [6]:102).
Di ayat lain:
…Yang Mahaperkasa Maha Penyayang, yang menyempurnakan segala sesuatu yang Dia ciptakan (QS. al-Sajdah [32]:7).
Semunya tunduk kepada-Nya (QS. al-Baqarah [2]:116).
Jika manusia mencapai pemahaman seperti ini dan pengenalan tentang Tuhan, niscaya ia akan memperoleh keimanan kokoh yang tidak ada sesuatu pun dapat menggoyahkannya. Al-Quran menyatakan:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ
Tuhan kamu telah menetapkan bahwa kamu tidak akan menyembah siapa pun selain Dia (QS. al-Isra [17]:23).
Juga Dia berfirman,
…Tidakkah cukup bahwa Tuhan kamu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ingatlah! Sesungguhnya mereka berada dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu (QS. Fusshilat [41]:53-54).
Tidak disangsikan, pengetahuan seperti ini, yang menghasilkan keimanan bersama dengan cinta terhadap Esensi Suci Ilahi, tidak akan menyisakan apa pun dalam diri manusia untuk memperkaya diri, dengki, kikir, marah, penakut, cinta kekuasaan, cinta dunia dan sebagainya. Tidak disangsikan, keimanan yang disertai oleh ilmu pengetahuan dan keikhlasan tidak hanya melenyapkan sifat-sifat rendah dari manusia, tetapi juga menghalangi jalan godaan setan di dalam hatinya, karena setan mengetahui bahwa ia tidak dapat menaklukkan para hamba Allah yang telah menyucikan diri mereka karena Allah. Dengan demikian, orang-orang yang menyucikan hati mereka dari najis batiniah dan tidak mencari serta tidak menginginkan apa pun selain rida Allah akan selalu hidup dibawah perlindungan-Nya. Mereka layak untuk menjadi khalifah di bumi dan mendapatkan kemuliaan yang diberikan oleh Allah dan mereka juga layak untuk memikul Amanah Allah.
Oleh itu, jalan terbaik untuk menyucikan jiwa dan mencapai nilai-nilai moral tinggi adalah jalan keimanan kepada Allah bersama dengan cinta, yang juga merupakan jalan Islam. Itulah jalan agama yang prinsip paling fundamentalnya adalah Keesaan Allah, yang merupakan roh dan juga inti dari seluruh doktrin, hukum dan ketentuan individu dan sosialnya.[]