Pasukan Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Jalur Gaza pada Selasa (18/03/2025) dini hari. Serangan ini menargetkan kawasan pemukiman, kamp pengungsi, dan infrastruktur publik setelah gencatan senjata yang sempat menghentikan agresi terhadap wilayah Palestina resmi berakhir.
Warga Gaza kini diliputi ketakutan. Jalan-jalan sepi, sementara langit dipenuhi pesawat tempur Israel yang terus mengintai. Media Palestina melaporkan bahwa Mayor Jenderal Mahmoud Abu Watfa, Wakil Menteri Dalam Negeri Gaza, tewas dalam serangan udara Israel di Kota Gaza. Militer Israel juga mengeluarkan perintah evakuasi untuk sejumlah lingkungan di Gaza.
Sementara itu, juru bicara UNICEF di Gaza melaporkan bahwa serangan udara Israel menghantam tenda-tenda serta fasilitas yang menampung keluarga pengungsi. Menanggapi situasi yang semakin memburuk, Kementerian Pendidikan Gaza mengumumkan penangguhan kegiatan belajar-mengajar di semua sekolah dan institusi pendidikan hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Serangan ini terjadi di tengah blokade total yang membuat lebih dari 2,4 juta warga Palestina kehilangan akses terhadap makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Situasi semakin memburuk karena perbatasan ditutup, menghambat masuknya bantuan kemanusiaan. Media Israel juga melaporkan bahwa perlintasan perbatasan Rafah telah ditutup.
Situasi keamanan yang memburuk dan kelumpuhan sektor transportasi semakin menyulitkan pemindahan jenazah ke rumah sakit. Kantor Media Pemerintah Gaza menekankan bahwa sebagian besar korban tewas dan hilang adalah perempuan, anak-anak, dan lansia. Mereka menggambarkan peristiwa ini sebagai genosida yang menargetkan manusia, tanah, dan sejarah Palestina.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa jumlah korban terus bertambah seiring dengan berlanjutnya serangan. Hingga Selasa dini hari, sedikitnya 350 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 440 lainnya terluka, banyak di antaranya dalam kondisi kritis. Angka ini merupakan laporan dari lima jam pertama serangan, dan terus meningkat karena masih banyak korban yang terjebak di bawah reruntuhan.
Selain itu, Kementerian Kesehatan Gaza memperingatkan bahwa sistem kesehatan di wilayah tersebut berada di ambang kehancuran akibat blokade yang terus menghambat masuknya pasokan medis dan bantuan kemanusiaan. Jika rumah sakit di Gaza berhenti beroperasi, mereka tidak akan mampu merawat korban luka maupun pasien yang sakit. Lebih lanjut, larangan masuknya bahan bakar untuk sektor-sektor vital di Gaza berpotensi mendorong wilayah tersebut ke dalam bencana skala penuh di semua aspek kehidupan.
Direktur Rumah Sakit al-Shifa di Gaza, Dr. Mohammad Abu Salmiya, memperingatkan bahwa pasokan obat-obatan dan peralatan medis semakin menipis akibat perang dan blokade yang terus berlanjut. Dalam wawancara dengan Al Mayadeen, ia menggambarkan situasi di Gaza sebagai bencana kemanusiaan yang semakin memburuk.
“Jumlah korban jiwa telah melampaui 350 orang dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat,” katanya.
“Kami sudah tidak mampu lagi menangani jumlah korban yang terus berdatangan ke rumah sakit yang masih tersisa di Gaza,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa ruang jenazah telah penuh dan tidak lagi mampu menampung lebih banyak korban.
Dr. Abu Salmiya menuduh Israel sengaja membunuh sebanyak mungkin warga sipil setelah kembali melancarkan agresi.
“Kami memperkirakan berita mengerikan akan muncul dalam beberapa jam ke depan terkait jumlah korban yang semakin meningkat,” lanjutnya.
Ia pun menegaskan, “Dunia telah memberikan lampu hijau untuk pemusnahan Gaza.”
Ia menegaskan bahwa “jalan-jalan telah hancur dan tidak ada kendaraan pertahanan sipil yang tersedia untuk mencapai para korban tewas maupun yang terluka yang masih terjebak di bawah reruntuhan.”
Koresponden Al Mayadeen di Gaza melaporkan bahwa dalam waktu kurang dari sepuluh menit, puluhan serangan udara Israel menghantam berbagai lokasi di Gaza secara bersamaan. Rudal-rudal Israel menghantam rumah-rumah, masjid, sekolah, dan tempat penampungan pengungsi, dengan serangan paling dahsyat terjadi di Khan Younis dan Rafah. Di barat Khan Younis, tenda-tenda pengungsi terbakar, menyebabkan banyak warga sipil terperangkap di bawah reruntuhan.
Militer Israel dan badan intelijen Shin Bet mengonfirmasi serangan tersebut dalam pernyataan resmi mereka serta menyatakan bahwa operasi dilakukan berdasarkan arahan politik. Media Israel juga ikut mengutip seorang pejabat senior yang mengatakan, “Gencatan senjata telah berakhir.”
Hamas mengecam serangan yang kembali dilakukan ini, menuding Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tengah melanjutkan kampanye genosida terhadap warga sipil tak bersenjata. Hamas mendesak Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera turun tangan dan menegakkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2735 guna menghentikan agresi Israel. Hamas menyatakan bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan para mediator mengenai situasi yang berkembang dan menegaskan komitmennya untuk tetap menjalankan gencatan senjata di Gaza, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters.
Gedung Putih mengakui bahwa Israel telah berkonsultasi dengan Amerika Serikat sebelum melancarkan serangan ini, tetapi tidak mengungkapkan isi pembicaraan tersebut.
Presiden AS Donald Trump telah memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melanjutkan perang di Gaza setelah Hamas menolak membebaskan lebih banyak tawanan, demikian dilaporkan The Wall Street Journal dengan mengutip seorang pejabat Israel. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan dalam wawancara dengan Fox News bahwa Israel berkonsultasi dengan pemerintahan Trump sebelum melancarkan serangan udara besar-besaran ke Gaza.
Media Israel mengutip sumber keamanan yang menyatakan bahwa negosiasi terkait gencatan senjata dan pertukaran tahanan kembali dilakukan “di tengah kobaran perang.” Selain itu, media juga melaporkan bahwa para menteri di pemerintahan Israel telah diperintahkan untuk tidak memberikan wawancara terkait serangan ke Gaza.
Persetujuan akhir untuk melanjutkan perang terhadap Gaza disepakati secara “bulat” dalam konsultasi keamanan yang diungkap oleh Channel Kan 11, penyiar publik Israel.
Menurut laporan tersebut, pertemuan itu dihadiri oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Keamanan Israel Katz, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, Kepala Staf Eyal Zamir, Direktur Shin Bet Ronen Bar, Direktur Intelijen Militer Shlomi Binder, serta sejumlah pejabat tinggi lainnya.
“Semua peserta pertemuan mendukung penuh keputusan untuk kembali menyerang Hamas setelah negosiasi terkait pembebasan tawanan yang dimediasi Qatar menemui jalan buntu,” demikian isi laporan tersebut.
Katz menyatakan bahwa Israel akan terus bertempur di Gaza selama para tawanan belum dikembalikan dan semua tujuan perang belum tercapai.
Selain pembebasan para tawanan, ia juga menegaskan bahwa “tujuan utama perang ini adalah menghancurkan Hamas.”
Sebelumnya, Netanyahu menyatakan bahwa ia telah memerintahkan militer untuk mengambil “tindakan tegas” terhadap Hamas di Gaza, dengan alasan bahwa kelompok tersebut menolak melepaskan para tawanan dan menolak proposal gencatan senjata.
“Mulai sekarang, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang semakin besar,” demikian pernyataan dari kantor Netanyahu.
Sumber berita: https://english.almayadeen.net/
Sumber gambar: https://www.npr.org/