ICC Jakarta – Ibnu Muljam bersama rombongan datang menghadap Imam Ali as membawakan surat Habib Muntajab kepadanya. Ia telah mengungkapkan kata-kata indah tentang Imam Ali as dan melantunkan tiga bait syair. Imam Ali as bertanya, “Siapa namamu?”
“Abdurrahman”, jawabnya. “Putra siapakah?”, “Putra Muljam Muradi” jawabnya.
Imam Ali as berkata, “inna lillahi wa inna ilayhi raji’un wa la haula wa la quwwata illa bi-illahil ‘aliyyil adzhim!” Setelah itu, beliau menyalaminya seraya berkata, “Celaka engkau” kemudian Imam Ali as mengungkapkan dua bait syair,
“Hidupnya aku inginkan, tapi matiku dia inginkan
Seorang dari suku Murad datang, dan sampaikan hujahnya (dengan alasan apa dia membunuhku?)”
Asbagh bin Nabatah, salah satu sahabat terbaik Imam Ali as menceritakan bahwa Imam Ali as telah membait Ibnu Muljam sampai tiga kali, agar kelak, ia tidak berbuat makar. Ibnu Muljam bertanya, “Kenapa hanya aku yang Anda Baiat?” Imam menjawab, “Apakah jika aku bertanya kepadamu, kamu akan menjawabnya dengan jujur?” “Ya”, jawabnya.
“Apakah kamu tidak memiliki seorang bibi dari Yahudi? Ketika kamu menangis, dia menamparmu sambil berkata, “Diamlah, hai yang lebih buruk dari penyembelih unta Nabi. Di masa datang, kamu akan berbuat kejahatan yang sangat dimurkai Alloh?”
“Ya memang demikian adanya!” jawab Ibnu Muljam. Imam Ali as berkata, “Kamu adalah pembunuhku!” Ibnu Muljam berkata, “Tapi aku mencintai Anda! Jika memang demikian kepercayaan Anda, buanglah aku ke tempat yang jauh.”
Imam Ali as berkata, “Tinggallah bersama kawan-kawanmu, sampai aku izinkan pulang!”
Perawatan Imam Ali as terhadap Ibnu Muljam
Rombongan Ibnu Muljam menginap tiga hari di Kufah. Ketika mereka hendak kembali ke Yaman, Ibnu Muljam sakit keras sehingga mereka meninggalkannya pergi. Imam Ali as menjaganya siang dan malam, dan menyediakan makanan dan obat untuknya. Pada saat yang sama, beliau berkata, “Kamu adalah pembunuhku.”
Ibnu Muljam berkata, “Bunuhlah aku!” Imam Ali as berkata, “Aku tidak akan melakukan Qishas sebelum pembunuhan terjadi.” Berita bahwa orang itu adalah pembunuh Imam Ali as terdengar oleh banyak orang. Sampai mereka bergilir ronda setiap malam untuk menjaga keselamatan jiwa Imam Ali as. Ketika Imam Ali as melihat para penjaga, beliau berkata, “Apakah kalian menjagaku dari kejahatan penghuni bumi atau dari kejahatan penghuni langit? “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami…”. Lain kali, janganlah lagi kalian keluar rumah hanya untuk menjagaku.”
Ibnu Muljam tinggal di kufah sampai datang masa perang Nahrawan, peperangan dengan orang-orang Khawarij dan dia termasuk laskar Imam Ali as. Setelah laskar Imam Ali menang, dia memohon izin kepada Imam untuk memberitakan kemenangan kepada penduduk Kufah.
Pertemuan Ibnu Muljam dengan Qutham
Ibnu Muljam memasuki kampung Bani Tamim dengan meneriakan kemenangan, sampai di gerbang rumah megah tempat tinggal Qutham binti Sakhiyah, wanita yang sangat cantik. Qutham adalah putri dari salah satu pembesar Khawarij yang telah terbunuh dalam perang Nahrawan. Dengan merayunya, dia meminta Ibnu Muljam masuk ke dalam rumahnya, hingga Ibnu Muljam mengikutinya masuk rumah.
Sewaktu Qutham mengetahui bahwa ayah dan saudaranya terbunuh dalam perang Nahrawan, ia menampar-nampar wajahnya sambil menjerit, “Oh…Aku tak mempunyai penolong untuk membalaskan darah orang-orang yang kucintai. Andai aku mempunyai seorang penolong, niscaya diriku akan kupersembahkan kepadanya.”
Ibnu Muljam berkata, “Tenanglah, aku akan akan melakukan keinginanmu!…Menikahlah denganku agar aku dapat membalaskan darah ayah dan saudaramu.”
Qutham berkata, “Maharku tiga ribu dinar, seorang budak laki dan budak wanita yang pandai menyanyi.” “Baiklah’” jawan Ibnu Muljam. Qutham berkata, “Ada satu syarat lagi.”
“Apa itu?”
Qutham menjawab, “Membunuh Ali bin Abi Thalib dengan pedang ini, dengan sekali tikaman di kepalanya!” Mulanya Ibnu Muljam menolak untuk membunuh Imam Ali as, tapi rayuan dan kecantikan Qutham tidak bisa menolak permintaannya.
Pertemuan Ibnu Muljam dengan Imam Ali as di Pasar
Pada suatu hari, Ibnu Muljam melewati pasar dan berpapasan dengan Imam Ali as yang didampingi Maitsam Tamar. Dia mempercepat langkahnya supaya Imam Ali as tidak melihatnya. Namun, Imam Ali mengutus seseorang untuk menyusulnya dan beliau sempat berbincang-bincang dengannya.
Setelah Ibnu Muljam pergi, Imam Ali as berkata kepada Maitsam, “Demi Allah! Orang ini adalah pembunuhku! Rasulullah telah memberitahukan kepadaku!”
Maitsam bertanya, “Kenapa Anda tidak membunuhnya? “, “Tiada Qishas sebelum kejahatan terjadi,” jawab Imam Ali as.
Tertikamnya Imam Ali as
Pada malam 19 Ramadhan, Imam Ali pergi ke rumah Ummu Kultsum dan mendirikan shalat. Terlihat berkali-kali pada malam itu beliau keluar masuk kamarnya, melihat ke langit dan menangis. Beliau membaca surah Yasin. Setelah itu, beliau tidur beberapa saat lalu bangun. Imam Ali as berulang kali mengucapkan , “Malam inilah malam yang dijanjikan!”
Saat azan Subuh sudah dekat, Imam Ali as pergi ke mesjid. Beliau mengumandangkan azan dengan suara yang menyentuh. Beliau membangunkan orang-orang yang tidur pulas. Sampai pada giliran Ibnu Muljam yang sedang tidur telungkup, beliau berkata, “Bangunlah untuk shalat! Janganlah kamu tidur di atas perutmu! Karena yang demikian itu tidurnya setan.”
Kemudian beliau berkata, “Telah melintas dalam pikiranmu bahwa sebentar lagi langit akan runtuh…Kalau saja aku mau bertanya, “Apa yang terselip dalam pakaianmu?” Tapi Imam membiarkannya, lalu beliau berdiri untuk shalat nafilah subuh.
Saat Ibnu Muljam menghujamkan pedangnya tepat di kepala suci Imam Ali as, beliau mengucapkan, “Bismillah wa billah wa a’la millati Rasulillah, fuztu wa Rabbil Ka’bah.” (Dengan nama Allah, bersama Allah dan di atas agama Rasulullah, demi Sang Pemelihara Ka’bah, sungguh aku telah meraih kemenangan!)
Sewaktu Ibnu Muljam telah dibawa ke hadapannya, beliau berkata kepada Imam Hasan as, “Bersikaplah baik dan kaih sayanglah kalian terhadap tawananmu! “
Imam Hasan berkata, “Dia telah membunuhmu dan menyakiti hati kami. Tetapi engkau tetap saja mengatakan, “Bersikaplah baik terhadapnya!”
Ibnu Sa’d telah menukil beberapa wasiat Imam Ali as tentang Ibnu Muljam, yang pantas kita pandang sebagai salah satu mukjizat akhlak dan karamah insani beliau; “Berilah dia makanan yang baik dan sediakan untuknya tempat tidur yang lembut.”
Melihat bahwasanya Imam Ali as selama hidupnya tidak pernah makan makanan yang lezat dan tak pernah berpikir untuk menempati alas tidur yang lembut.