Setelah klaim Donald Trump tentang surat rahasia kepada Iran, Pemimpin Revolusi Islam, Ayatollah Khamenei, menegaskan kembali satu hal: Iran tidak akan bernegosiasi dengan AS. Titik. Pejabat Iran pun serempak mendukung sikap ini, menegaskan bahwa tekanan dan ancaman tidak akan mengubah kebijakan Teheran.
Iran Tolak Tuntutan AS dan Tekanan Sanksi
Trump menarik AS dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018 dan kembali memberlakukan sanksi berat terhadap Iran yang sebelumnya dicabut di bawah perjanjian tersebut. Selain pembatasan nuklir yang diatur dalam JCPOA, Trump juga menekan Iran untuk menyerahkan program rudal dan drone domestiknya, serta memutus hubungan dengan kelompok-kelompok perlawanan di kawasan.
Namun, Iran menegaskan bahwa kapasitas militernya dan aliansinya tidak bisa dinegosiasikan, terutama mengingat agresi yang terus dilakukan oleh Israel di kawasan serta ancaman serangan terhadap Iran yang telah berlangsung lama.
Ketua Parlemen Iran, Mohammad Baqer Qalibaf, dalam sidang parlemen terbaru, menyatakan bahwa Iran tidak akan menunggu surat dari Washington.
“Jelas bahwa tidak ada negosiasi yang akan mengarah pada pencabutan sanksi selama AS masih mengancam dan menuntut konsesi baru,” tegasnya.
Qalibaf menambahkan bahwa Iran memiliki kapasitas internal yang besar dan peluang luas untuk memperluas hubungan luar negeri dengan negara lain, sehingga bisa mencapai posisi di mana musuh tidak akan punya pilihan selain mencabut sanksi dalam negosiasi dengan negara-negara yang masih tergabung dalam JCPOA.
Saat ini, Iran terus berunding dengan negara-negara Eropa penandatangan JCPOA—Prancis, Jerman, dan Inggris— untuk membahas berbagai isu, termasuk masa depan perjanjian nuklir tersebut.
Iran Mampu Bertahan dari Sanksi, tetapi Mata Uang Tertekan
Selama beberapa dekade di bawah sanksi AS, Iran telah mengembangkan berbagai cara untuk menetralkan atau menghindari dampaknya. Namun, pasar mata uang Iran tetap rentan terhadap perubahan eksternal.
Pada Februari lalu, nilai Rial Iran anjlok ke rekor terendah terhadap dolar AS setelah Trump memperbarui kampanye “tekanan maksimum” melalui keputusan eksekutif, yang memperburuk inflasi di Iran.
Strategi tekanan AS bertujuan untuk membawa ekspor minyak Iran ke nol, tetapi dalam waktu satu bulan setelah kebijakan itu diterapkan, penjualan minyak Iran justru mencapai tingkat tertinggi sejak 2018.
Para analis menilai bahwa AS telah kehabisan cara untuk menekan Iran, sementara otoritas Iran harus memprioritaskan strategi ekonomi yang lebih tahan terhadap fluktuasi mata uang. Pemerintah Iran diperkirakan akan segera mengumumkan kebijakan pengendalian inflasi dalam tahun baru Iran yang akan datang.
Militer Iran dan Pejabat Tinggi Menanggapi Ancaman Trump
Komandan Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi, menyatakan kepada Al Mayadeen bahwa tidak ada orang yang rasional yang akan bernegosiasi di bawah tekanan dan sanksi.
Mantan Presiden Iran, Hassan Rouhani, yang memimpin Iran saat penandatanganan JCPOA pada 2015, mengatakan kepada media Lebanon bahwa AS telah gagal mencapai tujuan politik dan internasionalnya terhadap Iran.
Anggota Dewan Kebijaksanaan Iran, Gholamreza Mesbahi Moghaddam, juga menegaskan bahwa bernegosiasi dengan Washington dalam kondisi saat ini hanya akan membawa kerugian bagi Iran.
Trump sendiri mengatakan bahwa jika Iran menolak kesepakatan yang diinginkannya, ia akan “menghancurkan Iran habis-habisan.” Para analis dan pemimpin kawasan memperingatkan bahwa serangan semacam itu tidak hanya akan merusak fasilitas nuklir Iran, tetapi juga akan memicu ketidakstabilan besar di kawasan.
Dalam percakapan telepon pada Minggu, Presiden Masoud Pezeshkian mengatakan kepada Perdana Menteri Norwegia bahwa meskipun menghadapi provokasi Israel yang berulang, Iran selalu berupaya mencegah konflik regional yang lebih luas. Namun, ia menegaskan bahwa Iran tidak akan ragu untuk membela kedaulatan dan kepentingannya.
Presiden Pezeshkian juga menyoroti bahwa Israel berusaha mendiskreditkan program nuklir Iran, padahal program tersebut tetap bersifat damai, sebagaimana yang ditegaskan dalam fatwa Ayatullah Khamenei.
Menlu Iran: “Kami Tidak Akan Bernegosiasi di Bawah Tekanan”
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dengan tegas menolak kemungkinan bernegosiasi di bawah ancaman dan intimidasi.
“Kami TIDAK akan bernegosiasi di bawah tekanan dan intimidasi. Kami bahkan tidak akan mempertimbangkannya, apa pun topiknya,” tulis Araghchi dalam unggahan di platform X pada Senin.
Ia menambahkan, “Negosiasi berbeda dengan perundungan dan pemaksaan,” serta menegaskan kembali bahwa program nuklir Iran akan tetap damai dan tidak memiliki potensi militerisasi.
Dalam wawancara dengan Fox News pada 6 Maret, Trump menyatakan bahwa Iran hanya bisa ditangani dengan aksi militer atau dengan kesepakatan terkait program nuklirnya.
Araghchi menambahkan bahwa Iran saat ini berkonsultasi dengan E3 (Prancis, Jerman, Inggris) serta Rusia dan China dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati. Tujuannya adalah membangun kepercayaan dan transparansi lebih lanjut mengenai program nuklir Iran, dengan imbalan pencabutan sanksi yang tidak sah.
“Dulu, AS kami hormati saat mereka berbicara dengan sikap yang layak. Tapi kalau mereka datang dengan ancaman, kami juga tahu bagaimana harus merespons. Setiap tindakan akan selalu berbalas,” pungkasnya.
Sumber berita: https://www.tehrantimes.com/
Sumber gambar: https://www.aljazeera.com/