Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatollah Sayyid Ali Khamenei, menegaskan bahwa Iran dibangun di atas prinsip-prinsip moral dan keadilan yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurutnya, Iran tidak bisa mengadopsi standar Barat yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Dalam pertemuan dengan para pemimpin pemerintahan dan pejabat tinggi Iran pada Sabtu (8/3/2025), beliau mengulas bagaimana negara-negara Barat terus memainkan standar ganda dalam berbagai kebijakan mereka, khususnya terhadap Iran dan dunia Islam. Dari kolonialisme hingga eksploitasi sumber daya, dari perang yang menghancurkan hingga retorika kosong tentang hak asasi manusia—semuanya digunakan sebagai alat untuk mempertahankan dominasi mereka.
“Mereka berbicara tentang kebebasan informasi, tetapi pada kenyataannya, mereka yang paling aktif membungkam suara-suara yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka,” ujar Ayatollah Sayyid Ali Khamenei.
Beliau mencontohkan bagaimana media sosial yang dikelola oleh Barat secara sistematis menyensor nama-nama tokoh seperti Jenderal Soleimani, Hassan Nasrallah, dan Ismail Haniyeh. Bahkan kritik terhadap kejahatan Israel di Palestina dan Lebanon pun langsung ditindak.
Lebih jauh, beliau membandingkan bagaimana media Barat menggambarkan Iran.
“Ketika ada kemajuan ilmiah atau dukungan besar rakyat terhadap sistem ini, mereka diam. Tetapi ketika ada sedikit saja kelemahan, mereka memperbesarnya berkali-kali lipat,” jelasnya.
Strategi ini, menurut beliau, bukan sekadar ketidakadilan dalam pemberitaan, melainkan bagian dari kampanye terorganisir untuk menciptakan persepsi negatif terhadap Iran di panggung internasional.
Meski begitu, Ayatollah Sayyid Ali Khamenei menegaskan bahwa propaganda semacam ini tidak menggoyahkan tekad rakyat Iran. Jika para pemimpin negara tetap teguh pada jalur yang benar dan mempertahankan kemandirian politik, Iran tidak hanya akan bertahan, tetapi juga dapat menjadi model bagi negara-negara lain yang ingin melepaskan diri dari hegemoni asing.
Negosiasi Barat: Diplomasi atau Tekanan Terselubung?
Selain mengkritik kontrol informasi oleh Barat, Ayatollah Sayyid Ali Khamenei juga menanggapi tekanan negara-negara besar agar Iran kembali ke meja perundingan, terutama terkait program nuklirnya.
Beliau mengapresiasi peran aktif Kementerian Luar Negeri Iran dalam memperluas hubungan dengan negara-negara tetangga dan komunitas internasional. Namun, di saat yang sama, beliau mengingatkan bahwa ajakan negosiasi dari negara-negara Barat sering kali bukan upaya tulus untuk mencapai kesepakatan yang adil, melainkan cara untuk memaksakan kepentingan mereka.
“Mereka terus berbicara tentang negosiasi, tetapi bukan untuk mencari solusi bersama. Jika Iran mengikuti kemauan mereka, mereka akan mengklaim kemenangan. Jika tidak, mereka akan menuduh Iran sebagai pihak yang menghambat dialog,” kata beliau.
Terkait tuduhan tiga negara Eropa bahwa Iran tidak mematuhi perjanjian nuklir JCPOA, Ayatollah Sayyid Ali Khamenei mempertanyakan:
“Siapa yang pertama kali melanggar kesepakatan ini? Sejak awal, mereka tidak pernah benar-benar memenuhi kewajibannya. Setelah Amerika Serikat menarik diri dari JCPOA, negara-negara Eropa berjanji akan mengkompensasi, tetapi akhirnya mengingkari janji mereka lebih dari satu kali.”
Menurut beliau, Barat sengaja menggunakan wacana negosiasi sebagai alat untuk menekan Iran secara politik. Dengan terus menggulirkan narasi bahwa Iran “enggan berdialog”, mereka mencoba menciptakan tekanan di dalam negeri dan meragukan kebijakan pemerintah. Namun, Iran telah belajar dari pengalaman bahwa perundingan yang berulang kali diwarnai pelanggaran janji hanya akan merugikan pihaknya.
Ketegasan dalam menghadapi tekanan ini, menurut Ayatollah Sayyid Ali Khamenei, bukanlah bentuk ketidakmauan untuk berdiplomasi, melainkan langkah realistis dalam menjaga kedaulatan nasional.
Trump Klaim Mengirim Surat ke Ayatollah Khamenei, Iran Membantah
Sementara itu, dalam wawancara dengan Fox Business, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim telah mengirim surat kepada Ayatollah Khamenei untuk membahas kemungkinan perundingan terkait program nuklir Iran.
Meski mengaku ingin berdialog, Trump dalam pernyataannya tetap mengulang tuduhan lama bahwa Iran berupaya mengembangkan senjata nuklir. Klaim seperti ini bukanlah hal baru. Pada tahun 2019, Trump juga pernah mengirim surat ke Teheran melalui Perdana Menteri Jepang saat itu, Shinzo Abe. Namun, tanggapan Ayatollah Sayyid Ali Khamenei terhadap surat tersebut justru menjadi sorotan dunia:
“Saya tidak menganggap Trump layak untuk bertukar pesan, dan saya tidak punya tanggapan untuknya, juga tidak akan memberikan tanggapan.”
Menanggapi klaim terbaru Trump mengenai surat kedua, perwakilan Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas membantahnya melalui pernyataan resmi:
“Sampai saat ini, kami tidak menerima surat semacam itu.”
Sumber berita: https://parstoday.ir/
Sumber gambar: https://www.bbc.com/