ICC Jakarta – Khalifah yang memerintah pada masa Imam Ali ar-Ridha As adalah seorang yang bernama Makmun. Ketika ia naik takhta khilafah, ia menghendaki pertolongan kaum Syiah untuk bertempur melawan saudaranya Amin. Untuk mendapatkan pertolongan Syiah, ia berpura-pura menghormati Imam Ali ar-Ridha As sehingga para pengikut Imam (Syiah) akan merasa bahagia. Bahkan, Makmun mengumumkan bahwa Imam Ridalah yang akan menjadi pewaris khilafah. Manakala perdana menteri dan anggota keluarganya mendengar hal ini, mereka sangat marah dan cemburu. Mereka tidak tahu bahwa khalifah tidak bermaksud menjadikan Imam Ali ar-Rida As sebagai pewarisnya segera setelah dia wafat. Ia hanya menantikan hingga kekuasaannya cukup kuat dan kemudian berencana untuk menghabisi Imam Ali ar-Ridha As.
Karena Imam Ridha As telah hijrah dari Madinah ke Baghdad, ia sering berkunjung ke istana khalifah. Sudah merupakan kebiasaan umum para pelayan istana mengangkat tirai sehingga para tamu istimewa dapat memasuki ruang istana. Suatu hari, para pelayan istana diperintahkan oleh menteri-menteri lain untuk tidak menghormati Imam Ridha sehingga untuk menunjukkan kepada Imam Rida As bahwa mereka tidak menaruh hormat kepadanya, para pelayan memutuskan bahwa tatkala ia masuk ke ruang istana mereka tidak akan membukakan pintu untuknya, atau mengangkat tirai bagi Imam Ridha As untuk lewat.
Hari itu, tatkala Imam Ali ar-Ridha As memasuki ruang istana, berhembuslah angin yang cukup kencang yang membuat tirai istana terbuka sehingga Imam Ridha As dapat memasuki ruang istana. Ketika ia ingin meninggalkan istana, sekali lagi, angin berhembus kencang yang membuat tirai istana tersingkap lebar. Keajaiban ini terjadi berulang kali selama beberapa hari. Pada akhirnya, para pelayan menjadi sangat takut dan merasa malu atas perlakuan buruk mereka sehingga mereka memulai tugas mereka kembali membukakan pintu-pintu dan tirai-tirai untuk dilewati oleh Imam Ali ar-Rida As. (Syablakhi, Nur al-Absar, hal. 143/SZ)