ICC Jakarta – Guna mendekatkan diri kepada Allah swt manusia harus menghambakan diri kepada Allah swt. Cara yang bisa ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan Allah adalah dengan menjalankan taklif-taklif yang harus dijalankan oleh seorang hamba. Tugas-tugas ini demi untuk mencapai kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun di akherat. Dengan menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai seorang hamba, ia akan diridhai oleh Allah swt. Bagaimana seseorang menjalankan kewajiban sebagai seorang hamba?
Kita masih berada dalam suasana memperingati hari kelahiran putri kinasih baginda Nabi Muhammad saw. Oleh itu, pembahasan kali ini masih akan mengkaji seputar dimensi-dimensi keteladanan beliau dalam rumah tangga.
Secara umum, taklif-taklif yang harus dijalankan oleh seorang hamba bisa dibagi menjadi tiga kelompok:
- Tugas yang sama antara wanita dan pria artinya masing-masing wanita dan pria memiliki tugas secara terpisah yang harus dilakukannya sehingga bisa mencapai kesempurnaan seperti salat, puasa, zakat, membayar khumus, haji, infak dan sedekah dan lain-lainnya.
- Tugas yang khusus untuk wanita yakni tugas-tugas yang dibebankan kepada wanita karena potensi dan kemampuannya yang dimilikinya. Susunan badan dan jiwanya yang lembut menjadikan pekerjaan yang memerlukan kelembutan dan ketelitian dan kerelaan dibebankan kepada wanita seperti menjadi istri, hamil, menyusui danmengasuh serta mendidik anak.
- Tugas khusus untuk laki-laki yang sesuai dengan susunan bentuk tubuh dan kekuatannya, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan adanya kekuatan, kepastian dan sebaginya dibebankan pada laki-laki seperti aktivitasekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, aktivitas sosial dan politik, jihad dan perang dan sebaginya.
Dengan mengenal tugas masing-masing maka seseorang akan dengan mudah dan tanpa ragu-ragu ia akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya.
Pada zaman Rasulullah ada yang bertanya kenapa kita sebagai perempuan tidak mendapatkan andil untuk berjihad? Rasulullah menjawab jihadul mar’ati husnuttaba’ul/(jihadnya perempuan adalah menjadi istri yang baik. (Tuhaf Al-uqul, hal 60. Makrim Al-Akhlak, hal 215.)
Kalau kaum laki-laki ada tugas jihad dan pahalanya sangat besar sekali, dari sisi lain kaum perempuan juga tidak ketinggalan dalam mendapatkan pahala yang sangat besar juga yaitu menjadi istri yang baik. Berdasarkan kemauan Allah swt, secara fitrah kehidupan laki-laki dan perempuan saling bergantung satu sama lainnya. Keluarga adalah satu kesatuan yang bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan adanya saling ketergantungan ini dengan bentuk yang paling baik sehingga baik laki-laki maupun perempuan bisa mencapai kesempurnaan yang diinginkan ilahi. Kesuksesan masing-masing mereka tergantung pada keharmonisan keluarga dan hubungan mereka sendiri, seorang istri bisa menjalankan tugasnya dengan baik di saat dia mendapatkan dukungan jiwa, perasaan dan ekonomi dari suaminya. Begitu juga sebaliknya suami dengan jiwanya yang tenang karena dukungan kerelaan istrinya ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Akan tetapi jika suasana rumah tangga dikuasai oleh rasa egois, kekerasan dan tidak adanya kehormatan satu sama lainnya maka kejiwaan istri dan suami akan terganggu sehingga mereka tidak akan bisa mencapai kesuksesan baik dari sisi materi maupun maknawi, tidak hanya istri tidak bisa menjalankan tugas rumah tangganya dan mendidik anaknya dengan baik akan tetapi suami pun tidak akan sukses dalam menjalankan tugas sosialnya, oleh karena itu keselamatan dan ketenangan sebuah masyarakat akan dimulai dari setiap kesatuan rumah tangga.
Secara global kejujuran dan kasih sayang serta keakraban hubungan suami istrilah yang menjadi punggung kesuksesan laki-laki maupun perempuan dan dalam menerapkan keharmonisan rumah tangga peran istri yang lebih berpengaruh dan kelihatan.
Kunci ketenangan dan keakraban dalam rumah tangga ada di tangan wanita, oleh karena itu, ketenangan jiwa dan perasaan laki dalam aktivitas sosialnya tergantung pada perilaku dan watak perempuan dalam rumah tangga. Kaidah ini berlaku pada semua bidang kehidupan laki-laki baik dari sisi kehidupan pribadi maupun masyarakat.
Laki-laki yang sukses baik dari segi materi maupun maknawi adalah karena dukungan istrinya sehingga jika ia sukses dan mendapatkan pahala istrinya juga sama seperti dia mendapatkan pahalanya juga.
Menjadi istri adalah sebuah seni seperti seni lainnya yang memerlukan adanya ketelitian, keuletan dan pemikiran. Wanita yang ingin sukses dalam menjalani seni ini ia memerlukan adanya teladan yang universal sehingga dengan meneladani teladan yang sempurna ia bisa menjalankan tugasnya dengan gaya yang paling baik. Dan yang menjadi teladan dalam seni ini tidak ada teladan yang lebih sempurna dan universal kecuali wujudnya Sayyidah Fathimah as
Sayyidah Fathimah sejak beliau menginjakkan kakinya di rmuah suaminya; Imam Ali as, beliau selalu menerima dan beradaptasi dengan apa yang ada baik dari sisi materi maupun maknawi. Sayyidah Fathimah begitu lembut dan ceria serta menjadi pendamping setia suaminya sehingga bisa menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suaminya. Imam Ali as dalam hal ini mengatakan bahwa setiap saat aku melihat wajahnya maka hilanglah semua kesedihanku. (Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492)
Sayyidah Fathimah selalu berusaha untuk mendapatkan ridha kesenangan suaminya, sehingga Imam Ali a.s. sekaitan dengan beliau berkata: “Demi Tuhannya Zahra’, sampai ia meninggal dunia tidak pernah menyakiti aku dan tidak melakukan sesuatu yang membuatku tidak suka”. (Kasyf Al-Ghummah, jilid 1, hal 492) Kalau mau kita paparkan bentuk kehidupan Sayyidah Fathimah, maka memerlukan pembahasan yang lebar akan tetapi bisa kita sebutkan antara lain bahwa beliau sangat beradab dan selalu membarengi suaminya dalam keadaan senang maupun susah, adanya perhatian penuh kepada kejiwaan suaminya dan tanggung jawab yang dipikul suaminya, berperilaku baik dan berbicara sopan serta pemaaf dihadapkan suaminya, memberikan ketenangan jiwa suami dalam menjalankan tugas dan mendidik anak-anaknya, sabar dan menerima adanya kekurangan materi, membantu kehidupan rumah tangga untuk cukup dan tidak adanya ketergantungan ekonomi keluarga pada orang lain serta mendidik anak-anaknya dengan baik.
Dengan membaca dan mempelajari kehidupan putri Rasulullah saw. di mana beliau adalah makhluk yang paling sempurna dan suci dari dosa dan dengan menelaah sabda-sabda beliau, maka kita sebagai penganutnya akan bisa menjadikan keluarga dan karakter kepribadian mereka sebagai sebuah teladan dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai muslim yang cerdas tentu akan menjadikan putri Rasululullah saw sebagai teladan untuk bisa mencapai kesempurnaan. Karena sudah menjadi tabiat manusia bahwa dalam hidup manusia selalu ada yang ingin diikuti dan ditiru. Dan satu-satunya teladan yang dikenalkan oleh Rasulullah Adalah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as
Kesimpulannya bahwa kita dalam meneladani perkataan dan perilaku para sosok teladan adalah bukan dari bentuk perkataannya atau model perilakunya itu sendiri, akan tetapi maksud dan kandungannya yang harus kita pahami dan kita teladani dan harus kita sesuaikan dengan zaman kita sekarang ini, oleh karena itu, sebagai seorang mukmin kita harus selalu mencari sejarah dan mempelajarinya sehingga dari sejarah itu dengan menganalisa dan memahami kandungannya, kita teladani dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang kita alami. Kita sebagai umat Muhammad sudah disiapkan oleh Allah para sosok teladan yang harus kita teladani sehingga tidak perlu harus meneladani orang-orang yang tidak layak untuk diteladani.