ICC Jakarta – Syafaat adalah sebuah perbuatan yang bersifat keagamaan dan diyakini oleh mayoritas kaum Muslimin dan para pengikut agama samawi. Maksud dari syafa’at adalah bahwa pada hari kiamat para wali Allah dan sebagian barang yang mulia, seperti al-Qur’an– dengan syarat-syaratnya – dapat memberikan syafa’at terhadap para pendosa dan dapat menyelamatkan mereka dari siksaan neraka atau menjadi sebab pengangkatan derajat dan kedudukan mereka.
Syafa’at secara mutlak hanya milik Allah Swt dan tidak ada seorang pun yang dapat memberikan syafa’at tanpa seizin-Nya. Siapa saja yang diridhai oleh Allah dari sisi keimanannya akan diberikan izin untuk menjadi salah satu dari pemberi syafa’at guna mensyafa’ati orang yang layak mendapatkannya, seukuran dengan potensinya.
Di kalangan kaum Muslimin, kelompok Wahabi meyakini bahwa meminta syafa’at hanya kepada Allah Swt. Jika seseorang meminta syafa’at dari para pensyafa’at itu sendiri (apalagi setelah mereka meninggal dunia) hal itu adalah perbuatan yang syirik. Sementara keyakinan syafa’at di kalangan Syiah, memiliki kedudukan khusus
Syafa’at berasal dari kata sya-fa-‘a yang berarti menggabungkan atau mengaitkan sesuatu dengan selainnya. Dengan demikian, pemberi syafa’at disebut dengan syafi’, dimana dengan menggabungkan atau mengaitkan orang lain dengan dirinya, menyebabkan pengangkatan kekurangan dan keselamatannya.
Syafa’at secara istilah yakni intermediasi atau perantara seorang makhluk, antara Allah dan makhluk lainnya, dalam menyampaikan kebaikan atau menolak keburukan, baik di dunia maupun di akhirat. Syafa’at berarti menciptakan perubahan dalam diri pendosa, dimana seolah-olah meniadakan kelayakan balasan terhadapnya dan mengeluarkannya dari hukum siksaan. Sebagaimana taubat yang mengeluarkan manusia pendosa dari kelayakan siksaan dan berhak mendapatkan ampunan Allah Swt,
Syafa’at yang diberikan oleh Rasulullah secara gamblang sangat ditekankan dalam al-Qur’an dan kaum muslimin tidak berselisih tentang pokok adanya syafa’at. Perbedaan pendapat hanya terjadi dalam masalah hukum dan kedudukannya saja. Misalnya dalam ayat,
Ayat-ayatal-Quran terkait syafa’at dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Sebagian ayat menafikan syafa’at pada hari kiamat secara mutlak (QS Al-Baqarah: 254), sebagian menyebutkan syafa’at hanya diprioritaskan untuk Allah Swt semata (QS Al-Baqarah: 48 & 254) , sebagian lagi menyatakan bahwa syafa’at dengan syarat izin dan perintah Allah Swt (QS Al-Baqarah: 255; QS Saba: 23; QS Anbiya: 28) dan sebagian lainnya meniadakan dan mengecualikan syafa’at untuk sebagian orang.
Kajian sekumpulan ayat-ayat syafa’at menunjukkan bahwa al Quran menegaskan satu jenis syafa’at dan menganggap batil jenis syafa’at lain dan meniadakannya. Maksud dari ayat-ayat yang menafikan syafa’at adalah tidak ada seorangpun secara bebas memiliki hak semacam ini dari Allah dan yang dimaksud ayat-ayat yang menetapkan syafa’at adalah secara mendasar dan esensial syafa’at untuk Allah dan untuk selain Allah dengan izin dan kepemilikan-Nya,