ICC Jakarta – Seorang penjual daging datang kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib. Dengan semangat dia menawarkan daging dengan kualitas super. Imam menjawabnya, “Aku tidak memiliki uang”. Si penjual berkata, “Aku akan bersabar menantinya.” Dia memberi kesempatan kepada imam untuk berhutang dan boleh membayar kapan saja. Namun Imam Ali berkata, “Aku pun akan bersabar untuk tidak memakan daging.”
Kisah singkat ini memberikan banyak pelajaran. Betapa keluarga Rasulullah selalu mengalahkan keinginannya dengan kesabaran. Tidak pernah memaksa diri untuk memenuhi keinginan saat tidak mampu membelinya. Padahal beliau mampu untuk berhutang.
Berapa banyak manusia yang dikejar-kejar karena tak mampu membayar hutang? Berapa banyak keluarga yang hancur karena pasangan yang selalu memaksa diri untuk mendapatkan sesuatu yang tak mampu dibeli? Apalagi dengan maraknya barang-barang yang serba kredit. Hanya dengan uang kecil mampu membeli barang yang mahal. Kemudian dia akan kebingungan di setiap bulannya.
Kita harus mendidik keluarga untuk belajar bersabar. Belajar untuk tidak memaksa diri memenuhi semua keinginan. Belajar untuk tidak iri kepada orang lain. Belajar untuk hidup sesuai dengan kemampuannya. Karena tanpa kesabaran, masalah akan semakin bertumpuk tanpa ada solusi.
Suatu hari ada seorang ibu yang menangis karena putranya meninggal. Imam membiarkan dia menangis karena wajar seorang ibu menangis saat ditinggal orang yang dia cintai. Namun tangisan itu semakin menjadi-jadi disertai umpatan yang buruk. Seakan dia tidak terima dengan ketentuan Allah ini.
Akhirnya imam menasehatinya dengan berkata, “Jika kamu bersabar maka anakmu tetap akan meninggal dan engkau mendapatkan pahala. Namun jika kamu gelisah dengan berbagai umpatanmu itu, anakmu tetaplah tidak bisa hidup kembali dan kamu akan berdosa.”
Artinya, saat kita mendapat musibah lalu berteriak menyalahkan sana sini, bukan berarti musibah itu akan berubah. Teriakan dan umpatan itu tidak akan merubah apapun. Namun jika kita bersabar, itu sudah membuka pintu jalan keluar. Setelah hati mulai tenang, barulah kita mulai mencari jalan keluar karena Allah selalu bersama orang yang sabar. “Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (An-Nisa’ 25)
Banyak hal yang kita anggap baik, tapi sebenarnya itu buruk bagi kita. Dan yang lebih mengetahui kebaikan bagi manusia adalah Penciptanya. Dalam ayat ini Allah swt telah mengabarkan kepada kita bahwa bersabar itu lebih baik. Maka terimalah apapun yang terjadi dan bersabarlah. Karena tidak ada yang mencintai manusia melebihi Allah swt, Dia lah yang Maha Penyayang. Mustahil jika Dia membebankan sesuatu yang diluar batas kemampuan kita. “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (AL-Baqarah 216)
Apa saja Bentuk Kesabaran itu?
Rasulullah Saw bersabda, “Kesabaran itu ada 3 macam; Sabar ketika menghadapi musibah, sabar ketika menjalankan taat dan sabar ketika menjauhi maksiat.”
Pertama, Sabar ketika Menghadapi Musibah. Sabar ketika menghadapi musibah adalah kesabaran yang paling mudah. Karena saat itu kita tidak memiliki pilihan lain. Kita tidak bisa memilih tertimpa musibah atau terhindar darinya. Musibah itu telah datang dan pilihan kita hanya bersabar atau tidak. Rasulullah melanjutkan sabdanya,“Barangsiapa yang bersabar atas musibah dan mengembalikan semua kepada Allah maka Allah akan memberikan kepadanya 300 derajat. Dan antara satu derajat dengan derajat yang lain jaraknya seperti langit dan bumi.”
Kedua, Sabar ketika Taat. Kesabaran yang kedua ini lebih sulit dibanding yang pertama. Karena manusia punya pilihan untuk menjalankan ketaatan atau tidak. Dia bebas menentukan. Hanyalah orang-orang yang sadar, yang mau bersabar melakukan ketaatan yang diperintahkan Allah swt. Walau terkadang berat untuk solat di tengah kesibukannya. Bangun malam untuk menghadap Tuhannya. Tapi dia tetap bersabar untuk menjalankannya. Kesabaran dalam menjalankan perintah Allah tidak cukup hanya ketika melakukan ketaatan itu. Dia harus sabar ketika memulai, melakukan dan setelah selesai melakukan ketaatan itu.
Dia harus sabar ketika memulai dengan memberishkan niat dari selain-Nya. Membuang segala maksud kecuali hanya kepada-Nya. Menyingkirkan perasaan-perasaan riya’ dan ingin dipuji orang lain. Dia harus bersabar melawan semua itu.
Dia juga harus bersabar ketika melakukaan ketaatan. Bersabar jika amalan itu mulai membuatnya capek, mengantuk bahkan harus menomer dua-kan urusan lainnya demi menjalankan perintah Allah swt.
Dan yang tak kalah pentingnya, dia harus bersabar untuk tidak membuat amal baiknya hangus sia-sia. Dia harus bersabar untuk tidak mengungkit-ungkit kebaikannya. Karena perbuatan ini menghancurkan segala amal baik yang kita lakukan, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).” (Al-Baqarah 264)
Untuk kesabaran yang kedua ini, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bersabar ketika menjalankan ketaatan maka Allah akan memberikan kepadanya 600 derajat. Dan antara satu derajat dengan derajat yang lain jaraknya seperti dasar bumi dan Arsy.”
Ketiga, Sabar ketika Menjauhi Maksiat. Inilah kesabaran yang paling sulit. Sabar untuk tidak tergoda oleh kenikmatan yang menggiurkan. Sabar untuk tetap memilih Allah dan tidak mengikuti ajakan setan. Sabar untuk tidak memuaskan hawa nafsu dengan melanggar larangan Allah swt.
Sabar untuk tidak bermaksiat itu sangat sulit. Apalagi saat sedang di luar kota, saat tidak ada orang yang mengenal kita. Untuk apa menjaga diri, toh tidak ada yang kenal. Saat kita sendiri, untuk apa takut berbuat maksiat? Kan tidak ada yang melihat. Perasaan itu selalu muncul dalam keseharian kita. Karenanya, bersabar untuk tidak bermaksiat adalah kesabaran yang paling sulit.
Kisah terbaik dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Yusuf as. Dia telah mencapai tingkat kesabaran tertinggi ketika menolak ajakan Zulaikha untuk bermaksiat. Padahal sebelumnya dia adalah budak yang dijual. Hidup dalam tekanan. Kemudian dibeli oleh seorang majikan. Dan kini dia dirayu oleh majikannya dengan segala persiapan sehingga jika Nabi Yusuf mau, tidak akan ada seorang pun yang tahu.
Tapi Nabi Yusuf sadar, walaupun tidak ada seorang pun yang tahu, Allah tetap Maha Mengetahui. Tanpa berpikir lagi dia langsung menolak ajakan Zulaikha dengan berkata, “Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” (Yusuf 23)
Sangat sulit ketika orang ingin berbuat jujur tapi ada yang merayunya untuk disuap. Dia tidak meminta suap tapi orang lain merayunya. Posisi semacam ini sangatlah sulit jika kita tidak melatih diri untuk bersabar atas maksiat.
Khususnya bagi para penyampai kebenaran, para pendakwah dan ulama. Mereka harus memiliki kesabaran yang lebih. Mereka harus bersabar untuk melaksanakan kebenaran yang telah mereka sampaikan. Dan bersabar dalam mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran. Karena orang yang menyampaikan kebenaran akan memiliki banyak musuh dan berbagai rintangan,“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.” (Luqman 17)
Melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar perlu kesabaran extra karena pasti banyak yang tidak suka. Hingga Allah swt menggandengkan kebenaran dengan kesabaran. “Serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr 3)
Setiap hari kita dalam kondisi berperang untuk memenangkan kesabaran. Sungguh beruntung orang yang memilih kesabaran dan sungguh merugi seorang yang pergi darinya. (Khazanah Alquran)