ICC Jakarta – Peristiwa Karbala memberikan banyak sekali pelajaran kepada manusia. Salah satu pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari revolusi ini adalah bahwa setiap orang pada setiap komunitas senantiasa ingin mencari pelbagai keteladanan sehingga dengannya ia dapat mendapatkan sebuah kehidupan ideal nan bahagia. Atas alasan ini, setiap orang berusaha mencari yang terbaik dari pelbagai keteladanan tersebut.
Mengingat komunitas manusia sepanjang sejarah selalu menjadi saksi atas berbagai pergolakan dan kejadian dalam hidupnya, oleh itu mereka memerlukan keteladan guna berperilaku yang sesuai dan patut dalam menghadapi pergolakan dan kejadian itu. Dan inilah peran-peran keteladanan yang disebut oleh Cohen yang menulis “Orang-orang yang meniru perilaku teladan dari orang yang patut ditiru atau para teladan yang perilakunya harus menjadi teladan.” (Bruce J Cohen, Mabâni Jâme’e Syinâsi, hal. 95)
Apabila Imam Husain berkata bahwa padaku teladan bagi kalian (falakum fiiy uswah) menyiratkan pada realitas ini dimana Imam Husain As merupakan teladan dan terdepan dalam menentang kezaliman dan aniaya.
Penentang penindasan ini merupakan salah satu nilai tipikal kebangkitan Imam Husain. Penentangan terhadap kezaliman sepanjang perjalanan sejarah merupakan sebuah keutamaan yang dilakoni para nabi. Imam Husain As dalam awal-awal perjalanannya menuju ke Karbala menyebutkan tipologi gerakannya ini, “Ayyuhannas! Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang melihat hakim tiran yang menghalalkan segala yang diharamkan Tuhan, melanggar janji Ilahi, menentang sunnah Rasulullah, dan berlaku aniaya terhadap para hamba Allah [dengan semua ini] dan di hadapannya tiada satu pun tindakan yang diambil atau ucapan yang menentang semua itu, maka Allah Swt akan menggolongkan dia sederajat dengan hakim itu.” Ketahuilah bahwa Bani Umayyah lebih memilih mengikuti Setan dan membangkang Tuhan, kemungkaran mereka tebarkan. Hukum-hukum Ilahi mereka singkirkan, Baitulmal dijarah dan hanya dikhususkan untuk diri mereka, apa yang diharamkan Tuhan mereka halalkan dan apa yang dihalalkan Tuhan mereka haramkan, dan aku [melihat diriku] lebih patut untuk menentang semua ini. (Tarikh at-Thabari, Thabari, jil 4, hal. 304)
Imam Husain dengan pidatonya ini mengajak masyarakat untuk bangkit melawan Yazid bin Mua’wiyah yang merupakan jelmaan utama penguasa zalim. Dari pidato ini Imam Husain As juga menegaskan keharusan pemerintahan hak dan kebenarannya yang berporos pada seorang Imam Maksum dan keharusan pelucutan pemerintahan Bani Umayyah serta mengembalikan khilafah dan pemerintahan ke rel aslinya.
“Demi Tuhan! Tiada yang lebih patut menjadi seorang pemimpin kecuali ia mengamalkan al-Qur’an, menegakkan keadilan dan menunaikan segala ketentuan agama hak serta berkorban jiwa untuk mengamalkan semua ini.”( Thabari, jil 4, hal. 263)
Pemenuhan hak-hak masyarakat dalam kehidupan duniawinya dapat terlaksana apabila pemimpinnya adalah orang yang adil dan menentang kezaliman. Bahkan lebih dari itu, Imam Husain memiliki selangit kriteria untuk dapat membawa umat kepada terealisirnya pemenuhan hak-hak masyarakat. Di samping nilai dan tipologi yang disebutkan di atas sebagai kriteria seorang pemimpin, masih banyak nilai dan tipologi yang dapat kita jumpai pada pribadi Imam Husain As. (Jâmi’e wa Târikh az Didgâh-e Qur’ân, Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, hal. 390-407). [Asyura dan Rekayasa Sosial/A. Kamil]