Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) melaporkan bahwa pasukan keamanan pemerintah Suriah dan kelompok sekutunya telah membunuh 745 warga sipil Alawiyah dalam tiga hari terakhir, memperbarui angka sebelumnya. Total korban tewas sejak Kamis (6/3/2025) kini mencapai 1.018 jiwa, termasuk 125 personel keamanan dan 148 pejuang yang dikaitkan dengan mantan Presiden Bashar al-Assad.
SOHR, yang mengandalkan jaringan sumber di Suriah, juga melaporkan bahwa sejumlah pembantaian terjadi dalam beberapa hari terakhir, dengan perempuan dan anak-anak turut menjadi korban.
“Sebagian besar korban dieksekusi secara kilat oleh elemen yang berafiliasi dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri,” ungkap laporan SOHR pada Jumat.
Sumber lokal dari pesisir Suriah mengonfirmasi bahwa jumlah korban mencapai ratusan, sementara puluhan jenazah masih berserakan di jalanan dan desa-desa. Keluarga korban tidak bisa mendekati atau menguburkan jenazah mereka karena takut menjadi sasaran kekerasan lebih lanjut. Penduduk yang selamat melarikan diri ke pegunungan dan hutan untuk menghindari serangan pasukan pemerintah.
Presiden sementara Suriah, Ahmad al-Sharaa, menyerukan persatuan nasional. Namun, laporan dari lapangan menunjukkan bahwa pasukan pro-pemerintah terus melakukan eksekusi terhadap warga sipil Alawiyah.
Aksi brutal ini memicu reaksi keras dari masyarakat Suriah. Pada Minggu (9/3/2025), ribuan orang turun ke jalan di Damaskus, menggelar demonstrasi besar untuk mendukung warga pesisir yang menjadi korban serangan kelompok bersenjata. Para demonstran menyerukan persatuan nasional dan menolak sektarianisme.
Di sisi lain, komunitas Alawiyah di Tartous dan Latakia berunjuk rasa di luar pangkalan militer Rusia di Hmeimim, menuntut Moskow untuk turun tangan melindungi mereka.
Koordinator Residen PBB di Suriah, Adam Abdelmoula, dan Koordinator Kemanusiaan Regional untuk Krisis Suriah, Ramanathan Balakrishnan, mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan bahwa mereka “mengikuti dengan cermat perkembangan mengkhawatirkan di pesisir dan wilayah tengah Suriah.”
“Permusuhan yang meningkat di Tartous, Latakia, Homs, dan Hama telah menyebabkan korban jiwa, pengungsian massal, serta kerusakan infrastruktur. Sementara itu, akses ke daerah terdampak tetap sangat terbatas,” kata mereka dalam pernyataan tersebut.
PBB mendesak semua pihak untuk segera menghentikan kekerasan dan melindungi warga sipil sesuai dengan Hukum Humaniter Internasional serta Hukum Hak Asasi Manusia. Selain itu, mereka juga menekankan pentingnya memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.
Namun, sumber lokal melaporkan bahwa Keamanan Umum Suriah telah mencegah kelompok asing memasuki kota Demsarkho, di pinggiran Latakia, dan memaksa mereka untuk mundur.
PBB pun mengutuk kekerasan di pesisir Suriah pada Minggu (9/3/2025), menyusul laporan tentang pembantaian seluruh keluarga. Kepala HAM PBB, Volker Turk, menggambarkan situasi ini sebagai “sangat mengkhawatirkan.”
“Kami menerima laporan mengenai eksekusi sektarian oleh aktor tak dikenal, anggota pasukan keamanan otoritas sementara, serta elemen yang terkait dengan pemerintahan sebelumnya,” kata Turk dalam pernyataannya.
Turk menuntut investigasi yang cepat, transparan, dan tidak berpihak terhadap semua pembunuhan ini, serta memastikan pertanggungjawaban para pelaku sesuai dengan hukum internasional.
Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa WHO sedang mengirimkan obat darurat dan pasokan trauma untuk menangani korban luka.
“WHO mendesak semua pihak untuk menghormati dan melindungi layanan kesehatan, agar bantuan medis dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkan. Perdamaian adalah obat terbaik,” tulis Tedros di platform X pada Minggu.
Sementara itu, Dewan Islam Tertinggi untuk Sekte Alawiyah menyerukan intervensi Dewan Keamanan PBB berdasarkan Bab VII, menegaskan bahwa pembantaian ini merupakan bentuk pembersihan sektarian yang harus segera dihentikan.
Seiring memburuknya situasi, dampak tragedi ini mulai terasa di negara-negara tetangga, terutama Lebanon.
Anggota parlemen Lebanon, Saji Atiyah, mengatakan bahwa ribuan warga Alawiyah dari Latakia dan Tartous telah berjalan kaki menuju perbatasan Lebanon, terutama ke Provinsi Akkar di utara.
“Penduduk Akkar kesulitan menangani tekanan besar akibat ribuan pengungsi yang tiba dalam satu hari,” ujar Atiyah kepada RIA Novosti, menyoroti minimnya bantuan kemanusiaan.
Ia memperingatkan bahwa jika situasi semakin memburuk, jumlah pengungsi Suriah di Lebanon dapat mencapai 3 juta orang, sebuah skenario yang sulit ditangani oleh Lebanon.
Sumber berita: https://english.almayadeen.net/
Sumber gambar: https://jusoorpost.com/