ICC Jakarta – “Jangan kenali kebenaran berdasarkan individu-individu. Kenalilah kebenaran itu sendiri, niscaya kau akan kenal siapa penyandangnya.” (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)
Kalimat ini dikutip Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, juga kitab karyanya yang lain, Mîzânul ‘Amal, ketika membahas tentang etika pencari ilmu dan guru.
Imam al-Ghazali di kedua kitab tersebut menjelaskan tentang pentingnya mengetahui sesuatu secara objektif, apa adanya. Sebab, setiap ilmu secara analitis terlepas dari unsur indvidu manusia.
Pernyataan ini mengandung asumsi bahwa sesungguhnya manusia memiliki potensi untuk mengetahui kebenaran secara mandiri. Memilah antara orang yang menyatakan “kebenaran” dan kebenaran itu sendiri penting agar kita tidak bias dalam menilai sesuatu.
Tidak setiap yang datang dari orang yang kita cintai atau kagumi adalah benar, dan tidak pula seluruh yang bersumber dari orang yang sangat kita benci atau musuhi adalah salah. Di sinilah kemandirian berpikir sekaligus kerendahan hati seorang pembelajar ditantang dan diuji. Ini juga menguatkan ungkapan populer, “Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.”
Pernyataan tersebut juga bukan berarti bahwa belajar kepada guru tidak penting. Justru sebaliknya, guru dalam pengertian luas bisa tersebar di mana-mana, bahkan siapa dan apa saja.
Hanya saja, yang penting dicatat bahwa pembelajar adalah orang yang sedang mencari kebenaran, bukan sekadar menerima dan menyerap informasi dari orang lain. EH / Islam Indonesia