ICC Jakarta – Meskipun usia Imam Hasan Askari As masih belia, namun karena beliau memiliki keutamaan dari sisi keilmuan yang tinggi dan moral yang paripurna, ditambah bahwa beliau adalah pemimpin orang-orang syiah, maka masyarakat ketika itu tidak menaruh kecurigaan dan bahkan memberi penghormatan kepada beliau. Pemerintah Abbasiah juga menunjukkan penghormatannya kepada Imam. Pada masa kehidupannya, Imam satu zaman dengan tiga khalifah Abbasiyah: Mu’taz Abbasi (252-255 H), Muhtadi (255-256 H) dan Mu’tamid.
Saad bin Abdullah ‘Asyari salah satu ulama terkenal Syiah yang kemungkinan telah bertemu dengan Imam As berkata: Pada bulan Sya’ban tahun 278 -18 tahun setelah wafatnya Imam As- kami duduk dalam sebuah majlis Ahmad bin Ubaidillah bin Khaqan ayahnya adalah seorang menteri Mu’tamid Abbasiyah .Perbincangan ketika itu mengenai pembahasan para Thalibiyun yang tinggal di Samarra dan madzhab serta posisi mereka di hadapan hakim, Ahmad berkata: “Aku tidak melihat dan tidak mendengar seseorang dari para Alawiyin di Samarra seperti Hasan bin Ali Askari As, yang begitu terkenal dengan martabat, kehormatan dan kecerdasan serta kedudukan yang tinggi di tengah-tengah Ahlul Bait dan terhormat di sisi hakim penguasa dan Bani Hasyim, ia lebih unggul dari para orang tua bahkan para menteri dan umara. Suatu hari aku berdiri di samping ayahku, saat itu ayahku duduk untuk bertemu dengan masyarakat. Salah seorang dari Jemaah haji datang dan berkata: Putra Ridha sedang mengantri di samping pintu. Ayahku dengan suara yang keras mengatakan: Izinkan dia masuk dan kemudian diapun masuk… Ayahku maju ke depan beberapa langkah menyambutnya ketika melihatnya masuk, sebuah tindakan yang tidak pernah dia lakukan kepada siapapun baik kepada para menteri atau umara lainnya yang memiliki jabatan. Sesudah dekat, ia melingkarkan tangannya ke leher Imam dan mengecup kening serta wajahnya. Ketika itu tangannya memegang tangan Imam dan membawanya duduk di tempat duduknya.
Ayahku duduk berhadapan dengannya dan mulai berbincang-bincang dengannya. Dalam perbincangannya dia memanggil Imam dengan julukan –yang menunjukkan penghormatan kepada Imam- dan senantiasa mengucapkan ayah dan ibuku menjadi tebusanmu… malamnya ketika aku pergi menghadap ayahku… aku bertanya kepadanya: “Ayah, orang yang datang hari ini, yang sangat engkau hormati dan engkau junjung, siapakah dia sehingga engkau senantiasa mengatakan ayah dan ibuku menjadi tebusanmu? Dia berkata: Dia adalah putra Ridha, Imam para pengikut Syiah. kemudian terdiam. Kemudian dia memecah keheningannya dan melanjutkan: Anakku, jika suatu hari kepemimpinan ini keluar dari tangan Bani Abbas dan beralih ke tangan Bani Hasyim, maka tidak ada orang yang paling layak untuk memikulnya kecuali orang tersebut. Dia adalah orang yang paling layak untuk memegang kekhilafahan karena keutamaan, keterjagaan jiwanya, zujud, dan ibadah serta moral baik yang dimilikinya. Jika engkau tidak melihat ayahnya, ayahnya adalah seorang yang berwibawa, pandai, cerdas, dan berhati baik. Dengan mendengar penjelasan ini, segala keharuan dan keemosian menguasai diriku, selain itu keingintahuanku bertambah untuk lebih mengenalnya.
Ketika aku bertanya tentangnya, dari setiap orang dari Bani Hasyim, para sekretaris, para hakim, dan para ahli hukum, bahkan orang-orang biasa, aku menemukannya sebagai orang yang terhormat dan memiliki keagungan yang tinggi di sisi mereka. Semua mengatakan bahwa dia Imam para pengikut Syiah. Sejak saat itu, kemuliaannya di sisiku semakin bertambah, karena teman dan musuhnya memujinya dengan baik.
Riwayat ini dapat menunjukkan kondisi sosial dan moral baik keadaan Imam As di tengah kalangan masyarakat secara umum dan bahkan bagi para pengikut Syiah secara khusus, dengan mengingat bahwa perawi hadis atau riwayat ini adalah salah seorang pembenci berat Ahlulbait As. Pelayan Imam Askari As berkata: hari-hari dimana Imam pergi ke tempat kediaman khalifah, rasa meriah dan kebahagiaan yang tak terkira merasuk ke hati-hati penduduk. Jalan-jalan yang dilewati Imam penuh dengan penduduk dan dengan kendaraan mereka. Ketika Imam datang, hiruk pikuk jalanan hening seketika. Imam berlalu di tengah-tengah penduduk dan memasuki pertemuan. Dapat dipastikan bahwa kebanyakan dari mereka adalah para pengikut Syiah yang berdatangan ke kota Samarra dari segala penjuru, baik dekat maupun jauh, untuk melihat Imam mereka. Keinginan dan kecintaan seluruh penduduk kepada keturunan Rasulullah yang menjadi sebab ramainya penduduk. [SZ]