ICC Jakarta – kesalahan sebagian penerjemah dalam menerjamahkan ayat Al-Qur’an dalam menerjemahkan kata “mutawaffiika” dengan arti “mematikanmu” memunculkan banyak pertanyaan. Meskipun banyak juga yang menerjemahkan ayat di atas dengan terjemahan yang tidak bertentangan dengan tetap hidupnya Nabi Isa As. Misalnya ayat itu diterjemahkan: “Dan ingatlah ketika Allah Swt berkata kepada Nabi Isa As: “Aku akan mengambilmu (dari dunia dan dari antara orang-orang yang ada di sekitarmu) dan mengangkatmu ke sisi-Ku.”.”
Harus difahami bahwa kata “tawaffa” berasal dari kata “wafa” yang memiliki berbagai arti, yang di antaranya adalah: “mati”, “mengambil”, “menyempurnakan”, dan lain sebagainya.[1] Menepati janji juga adalah salah satu arti kata “wafa”, karena orang itu menyempurnakan apa yang dijanjikannya. Begitu juga ketika seseorang telah mengambil seluruh uang dari seseorang yang telah berhutang kepadanya, dalam bahasa Arab dikatakan: “tawaffa dainahu” atau “ia telah mengambil uang yang dihutangkannya.”
Majma’ al-Bahrain, salah satu kitab bahasa, dalam menjelaskan ayat di atas menyebutkan: “Artinya maksud ayat itu adalah: “Aku akan mengamankanmu dari gangguan orang-orang kafir dan mencegahmu disalib oleh mereka, dan mengakhirkan ajalmu yang telah Kutetapkan.”[2]
Oleh itu, meskipun memang kata “tawaffa” juga berarti kematian sebagaimana dalam beberapa ayat,[3] namun bukan berarti kata itu selalu berarti demikian. Misalnya Allah Swt befirman: “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Qs. Al-An’am [6]:60)
Dengan pasti dapat kami katakan bahwa maksud dari “yatawaffakum” di ayat itu bukan berarti “mematikan kalian”, namun berarti “menidurkan kalian” di malam hari yang mana hal itu terus berulang tiap hari.
Dengan demikian, ayat di atas tidak bisa disalah artikan dengan kematian Nabi Isa As. Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada beliau? Pembahasan ini cukup menarik. Silahkan perhatikan beberapa penjelasan berikut ini:
1. Orang-orang Kristen berkeyakinan bahwa beliau disalib dan dibunuh oleh musuh-musuhnya. Namun Al-Qur’an menentang keyakinan itu dengan tegas. Allah Swt berfirman: “padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (Qs. Al-Nisa’ [4]:157)
2. Al-Qur’an meskipun dengan tegas mengingkari kematian Nabi Isa As, namun tak satupun ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa Nabi Isa As tidak “mati” dengan “cara” lain dan hidup hingga saat ini.
3. Ayat-ayat seperti ayat 55 surah Ali-Imran dan juga ayat 117 surah Al-Ma’idah, yang meskipun ayat-ayat itu tidak menunjukkan secara pasti bahwa Nabi Isa As telah wafat, namun secara tersirat juga menjelaskan bahwa bentuk interaksi beliau dengan dunia kini jauh berbeda dengan saat beliau benar-benar hidup waktu itu.
4. Banyak sekali riwayat dalam kitab-kitab Sunni dan Syiah yang menjelaskan bahwa Nabi Isa As masih hidup. Jadi meskipun tidak ada ayat Qur’an yang menegaskan secara jelas bahwa beliau hidup, namun banyak sekali riwayat yang menjelaskan hal itu. Misalnya, simak beberapa riwayat di bawah ini:
4.1. Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Yahudi: “Sesungguhya Nabi Isa As tidak mati, tapi ia bakal kembali lagi kepada kalian di hari kiamat nanti.”[4]
4.2. Rasulullah Saw bersabda: “…dan Mahdi dari keturunanku. Saat ia datang nanti, Nabi Isa As akan hadir bersamanya dan salat di belakangnya.”[5]
5. Jika seandainya pun kita tidak meyakini adanya makna lain selain “kematian” bagi kata “tawaffa” di ayat itu, yang mana jika demikian kita meyakini bahwa Nabi Isa As telah mati, namun bukan berarti tidak ada kemungkinan ia kini tidak hidup. Karena bisa jadi setelah beliau mati ia dihidupkan kembali hingga hari kiamat nanti. Karena berdasarkan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dapat difahami bahwa ada sebagian orang yang hidup setelah mati selama seratus tahun.[6] Karena itu, boleh jadi kejadian itu terjadi pula pada Nabi Isa As.
[1]. Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 15, hal. 398, cet. pertama, penerbit Adab, Hauzah, Qum, 1405 H. [2]. Majma’ Al-Bahrain, jil. 1, hal. 444, klasul “wafa”, Ketabforushi Morteza, Teheran, 1375, S. [3]. (Qs. Al-Nisa’ [4] : 97); (Qs. Muhammad [47] : 27); (Qs. Yunus [10] : 46); (Qs. Sajdah [32] : 11). [4]. Ibnu Abi Hatim, Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhim, jil. 4, hal. 1110, Hadits 6232, Maktabah Nizar al-Musthaf al- Bariz, Saudi Arabia, 1419 H. [5]. Syaikh Shaduq, Al-Âmâli, jil. 1, hal. 218, Ketabkhane e Eslami, Teheran, 1362 H.S. [6]. “Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.” (Qs. Al-Baqarah [2]:259)