ICC Jakarta – Kenyataan bahwa Imam Mahdi Afs memegang tanggung jawab sebagai pemimpin spiritual dan politik pada usia kecil sering menyisakan tanda tanya besar dalam sebagian masyarakat. Namun dengan membaca dan mempelajari dengan teliti tentang bagaimana beliau menjadi Imam semenjak kecil, hal-hal yang telah dipersiapkan oleh datuk-datuk mereka untuk menanggung jawaban itu dan juga pengalaman masa lalu bahwa keperimpinan pada masa keci telah terjadi, maka kita akan dengan mudah menerima bahwa Imam Mahdi memang telah diangkat menjadi Imam pada waktu kecil.
Bahwa Imam Mahdi as menggantikan kedudukan ayahnya sebagai imam umat Islam. lni berarti bahwa dia adalah sorang imam yang memenuhi seluruh persyaratan yang ada di dalamnya seperti sisi kematangan pemikiran dan ruhani dalam usia yang relatif muda.
Kepemimpinan (imamah) Al Mahdi dalam usia muda ini suatu fenomena dan realita yang sebenarnya telah terjadi juga pada beberapa kakek beliau (imam-imam sebelumnya) sebagai contoh: Imam Muhammad bin Ali Al Jawad telah memegang kepemimpinan ini ketika beliau masih berusia delapan tahun. Imam Ali bin Muhammad Al Hadi pada usia sembilan tahun dan Imam Abu Muhammad Al Askari as yaitu ayah Imam Mahdi sendiri, pada usia 22 tahun. Dan perlu diketahui bahwa realitas dan fenomena kepemimpinan pada usia muda ini pada puncaknya terjadi pada Imam Jawad as dan Imam Al Mahdi as.
Tidak ada satu bukti yang dapat membenarkan suatu fenomena dan kenyataan, yang lebih jelas dari pengalaman umat itu sendiri. Hal itu akan kami jelaskan dalam poin-poin berikut ini:
- Bahwa imamah seorang imam Ahli Bait as bukan sebagai poros dan pusat kendali kekuasaan dan pemerintahan yang diperoleh berdasarkan warisan dari seorang ayah kepada anaknya yang ditopang undang-undang produk penguasa. Akan tetapi kepemimpinan Ahli Bait sesuai dengan apa yang dianut oleh umat dalam memilih pemimpin mereka dengan kekuatan moral dan spiritual yang dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran umat dalam menerima kepemimpinan islami.
- Bahwa kaedah-kaedah yang dianut umat tersebut telah berlaku sejak permulaan Islam dan tumbuh meluas pada masa dua Imam (Imam Baqir dan Imam Ja’far Shadiq as.) dan lembaga yang dibina oleh dua orang Imam tersebut yang berdasarkan kaedah ini membentuk arus pemikiran yang luas di dunia Islam dan melahirkan ratusan para ahli fiqih, teolog, ahli tafsir dan ulama di berbagai cabang pengetahuan islam.
- Bahwa syarat-syarat yang ada pada lembaga ini yang diambil dari kaedah-kaedah tersebut di atas di dalam masyarakat Islam, memiliki banyak syarat yang ketat dalam menyeleksi seorang imam dan kecakapannya dalam mengemban amanat ini. Karena lembaga ini meyakini bahwa seorang imam haruslah seorang yang maksum dan terpelihara dari segala dosa dan haruslah orang yang paling pandai dibandingkan dengan seluruh ulama pada zamannya.
- Sesunggulmya lembaga yang berasas pada kaedah-kaedah ini menuntut pengorbanan yang besar dalam membela kepercayaannya (imamah). Karena lembaga tersebut dalam pandangan penguasa di zamannya merupakan oposisi, paling tidak dari sisi pemikiran. Masalah ini sering menyebabkan tindakan brutal penguasa saat itu dengan menggunakan segala cara dalam menyiksa dan membasmi mereka. Sebagian dari mereka terbunuh, sebagian lainnya mendekam di dalam penjara dan ratusan orang lainnya menemui ajal mereka di kegelapan penjara. Itu berarti bahwa kepercayaan kepada kepemimpinan para imam Ahli Bait as harus mereka bayar mahal. Tak ada suatu apapun yang diharapkan oleh mereka yang mengimaninya kecuali apa yang mereka rasakan di hati dan perasaan dekat dengan Allah swt.
- Para Imam adalah pribadi-pribadi yang sangat sesuai dengan tuntutan kaedah-kaedah di atas dan layak mengemban amanat imamah dan tidak terpisahkan dari mereka. Mereka tidak berlaku seperti para penguasa yang lain terhadap rakyatnya yang hanya duduk di atas singgasana. Tidak pula mengasingkan dirinya dari umatnya kecuali bila penguasa zalim di zaman mereka memenjarakan atau mengasingkan mereka.
- Bahwa penguasa di zaman para imam memandang beliau dan kepemimpinan spiritualnya sebagai sumber bahaya yang besar atas eksistensi kekuasaan mereka.
Atas dasar ini mereka mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghancurkan kepemimpinan ini. Dalam makar tersebut timbullah sisi-sisi negatif yang muncul dalam bentuk kekerasan dan penindasan karena mereka terpaksa harus mempertahankan kedudukannya. Pada saat itu usaha untuk mengusir dan menteror para imam dilaksanakan secara kontinyu, meskipun hal ini menimbulkan kebencian di mata umat Islam, terlebih orang-orang yang mencintai pada para Imam as.
Bila kita mau merenungkan poin-poin di atas, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Bahwa kepemimpinan di usia muda adalah fenomena yang riil dan bukan hayalan dan hal ini telah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya.[]