ICC Jakarta – Salah satu bentuk ibadah yang paling menonjol yang dilakukan setiap waktu oleh orang-orang beriman di bulan Ramadan adalah doa. Ya, setiap orang merasakan perlunya membaca doa.
Terdapat bermacam-macam doa. Ada doa untuk siang dan malam hari. Ada pula doa di waktu pagi (shabah) dan sahur, waktu-waktu salat, waktu buka puasa dan sahur, dan sebagainya. Juga terdapat berbagai macam cara derdoa dan kandungan isinya, bergantung ketentuan yang terdapat dalam hadis-hadis, para penyusunnya, dan para ulama.
Ada juga doa yang membuat manusia tenggelam dalam kesadaran ketika mengingat dosa-dosanya di hadapan Allah. Di dalam doa itu, dia mengungkapkan rasa cinta dan rasa takutnya kepada Allah dengan berusaha melakukan intropeksi diri atas apa yang telah dilakukannya dan apa yang telah ditinggalkannya sebagai upaya pembersihan diri. Di dalam doa itu juga seseorang dapat mengungkapkan secara metodis keyakinan tauhidnya kepada Allah, ajaran Rasulullah, serta keimanan kepada hari akhir, untuk semakin memperkokoh makna-makna tersebut ke dalam jiwanya.
Ketika kita dalam kondisi spiritualitas seperti itu, manusia menemukan dirinya berkelana dalam keagungan Allah dan kesadaran diri, mendapati kondisi lingkungan hidupnya, dan memperoleh kelezatan rohaniah yang membawanya terbang ke langit-langit spiritual dan iman untuk membentuk pribadi muslim yang baru. Seperti inilah yang kita temukan dalam Doa Sahur yang diriwayatkan oleh Abu Hamzah al-Tsumali dari Imam Ali bin Husain Zainal Abidin al-Sajjad.
Ada pula doa yang sarat dengan pesan sosial, mengetuk kesadaran manusia untuk berempati atas problem orang lain di sekitarnya, di samping problem pribadinya. Doa ini akan mengilhami dirinya untuk tidak menjauhi kehidupan dan tanggung jawab sosialnya saat ia mengidamkan pertemuan denga Allah dan bersimpuh di hadapan-Nya. Bahkan ia berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengetahui semua aspek kehidupan ini dengan segala problem dan keindahannya. Dengan itu ia akan memahami bahwa seluruh keberlanjutannya bergantung mutlak kepada Allah sebagaimana kebergantungannya kepada-Nya saat ia diciptakan. Kedekatan ini menggerakkan kesadaran batinnya, bahwa ibadah tidak berarti manusia harus meninggalkan kehidupan ini, justru ia harus terlibat secara utuh.
Ada juga doa yang menumbuhkan kesadaran politik ketika melihat masalah yang dihadapi Islam secara umum; pelaksaan hukum, kepemimpinan, keadilan dan kezaliman, kebenaran dan kebatilan, agar ia berubah menjadi seruan, keinginan, dan harapan yang disampaikan kepada Allah Swt. Semua itu diharapkan menjadi salah satu cara untuk menyadarkan manusia ketika berdoa.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. al-Baqarah [2]:186)
Makin kuat keyakinan dan kesadaran kita akan dekatnya Allah maka makin tenteram pula hati ini dan makin besar kebahagiaan yang dicapai. Ingatlah sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. Allah akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya. manakala seseorang berdo’a kepada-Ku dengan kegelisahan serta keperihan dan luluh sedemikian rupa. [SZ]