ICC Jakarta – Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa salah satu sebab mengapa Imam Zaman As ghaib dan tidak tampak dari pandangan manusia, bahwa dengan keghaiban dirinya maka ia akan terlepas dari berbagai macam bentuk keterikatan dan paksaan untuk berbaiat kepada para penguasa dzalim di muka bumi ini.
Imam Ali As bersabda, “Sesunggunya Al-Qaim benar-benar dari keturunan kami, Ahlulbait. Ketika ia bangkit, ia tidak terikat dengan baiat kepada seorang pun. Dengan sebab inilah, ia dilahirkan secara sembunyi-sembunyi dan ia sendiri kemudian hidup dalam keghaiban.[1]”
Demikian juga apa yang disampaikan oleh Imam Hasan Al-Mujtaba’ dikala terpaksa harus menerima baiat Mua’awiyah demi kemasalahatan Umat Islam, pada waktu itu beliau bersabda, “Apakah kalian tidak mengatahui bahwasanya selain Al-Qaim (Imam Mahdi As), maka tidak ada satupun dari kami, para Imam Suci Ahlulbait As yang mampu melepaskan diri dari tidak berbaiat kepada hakim zalim? Ya, ia adalah Al-Qaim yang Isa bin Maryam As akan shalat dibelakangnya. Oleh karena itu, tepatlah sekiranya Allah Swt menyembunyikan kelahirannya dan meng-ghaibkan jasadnya supaya ketika ia bangkit, ia akan terbebas dari berbagai bentuk baiat terhadap seseorang.[2]”
Dalam menjawab sebagian pertanyaan-pertanyaan yang ada, Imam Mahdi As mengatakan, “Kalian bertanya tentang sebab-sebab keghaiban. Sementara Allah Swt telah berfirman dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu” (Qs, Al-Maidah [5]: 101). Ketahuilah bahwa ayah-ayahku (Para Imam Suci Ahlulbait As) tidak ada yang mampu melepaskan dirinya untuk tidak berbaiat kepada penguasa diktator pada masanya. Sementara ketika aku bangkit, aku tidak terikat dan tidak berbaiat kepada seorangpun dari para penguasa diktator pada zamanku (dimana salah satu sebabnya adalah dengan keghaiban Imam Mahdi As itu sendiri).[3]”
Tidak menutup kemugkinan bahwa dibalik sebab-sebab tersebut, terdapat sebab dan alasan lainnya yang mungkin lebih penting dari itu semua. Sebab tersebut dapat dikatakan dengan “kurangnya jumlah sahabat dan orang-orang yang rela berkorban untuknya”. Ya, jumlah mereka yang siap berkorban demi merealisasikan tujuan Al-Mahdi As masih sangat sedikit.
(Dars Nameh Mahdawiyat II, Khuda Murad Salimiyan)
Daftar Pustaka
[1]. Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-DînwaTamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HS, jil. 1, hal. 303; Thabarsi, Fadhl bin Hasan. A’lâm al-Wara, Teheran, Darul Kitab Al-Islamiyah, cetakan tunggal, hal. 426.
[2]. Ibid, hal. 315; Ahmad bin Ali Thabarsi. Ihtijâj, Masyhad, Murtadha, 1403 HS, jil. 2, hal. 289.
[3]. Muhammad Hasan Thusi, Kitâb al-Ghaibah, Qum, Muassasah Ma’arif Islami, 1411 HS , hal 290; Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-DînwaTamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HS, jil. 2, hal. 48, hadis 4.