ICC Jakarta – Untuk mengetahui bagaimana setan menjerumuskan manusia kiranya kita perlu mengenal terlebih dahulu tentang eksisten bernama setan Terkait dengan derivasi redaksi setan, terdapat perbedaan pendapat dan paradigma di kalangan ulama. Namun yang nampak lebih cocok dari seabrek pendapat itu adalah bahwa redaksi setan diadopsi dari kata “sya-tha-na” yang bermakna terjauhkan.[1]
Sesuai dengan pandangan kebanyakan penafsir, setan artinya eksisten penggangu dan durhaka yang telah keluar dari jalan lurus. Dengan asumsi ini, nama setan adalah sebuah nama umum yang memiliki banyak obyek luaran (mishdaq). Termasuk setiap eksisten dan maujud pendurhaka dari kalangan manusia dan jin.[2] Adapun iblis, ia adalah setan yang menolak untuk sujud kepada Adam bapak manusia.[3]
Sesuai dengan penjelasan al-Qur’an, iblis bukan eksisten dan maujud seperti manusia melainkan dari jenis jin[4] dan diciptakan dari bahan api. Tipologi makhluk seperti ini adalah berada pada kondisi medium antara jasmani dan non-jasmani, antara material dan non-material dimana ia dapat menyerupai pelbagai bentuk; yaitu ia dapat muncul dengan pelbagai bentuk di dunia luaran dan kita tahu bahwa manusia merupakan maujud dwi dimensi; artinya manusia memiliki dimensi jasmani dan juga dimensi ruhani. Karena itu, apabila setan ingin mengecoh dan menipu manusia, mau-tak-mau ia harus melalui jalan khusus sehingga ia dapat menjalin hubungan dengan ruh manusia yang menjadi penyokong (qiwam) kemanusiaan manusia. Nafs manusia memiliki sisi beragam. Sisi ruhani yang disebut sebagai ruh atau nafs muthmainnah dan sisi ahriman (keburukan) yang disebut sebagai nafs ammarah atau hawa nafsu.
Untuk mengendalikan manusia, mau-tak-mau harus menembus lewat sebuah celah yang disebut sebagai nafs ammarah manusia,[5] dan memanfaatkan dengan maksimal celah ini. Dari sisi lain, ia juga merupakan maujud mitsali atau eksisten imaginal yang membuatnya tidak dapat secara langsung berhubungan dengan manusia. Hubungan rahasia antara setan dan nafs ammarah inilah yang disebut sebagai bisikan setan atau was-was yang dihembuskan setan.
Allamah Thabathabai terkait dengan masalah ini menuturkan: “Setan mengecoh manusia dengan menyampaikan was-was pada hati manusia.”[6] Karena itu, setan merupakan sebagian sebab dan dengan sendirinya tidak dapat menyesatkan manusia, melainkan ia hanya mengajak manusia untuk memenuhi apa yang menjadi tuntutan hawa nafsunya. Atau dengan kata lain, bisikan setan hanyalah sebuah sebab persiapan (illah al-mu’id), bukan sebab tuntas (illah al-tammah).
Manusia juga dalam menyambutnya memiliki kebebasan. Ia dapat mendengarkan dan mengikuti bisikan itu atau mengikuti firman-firman Tuhan dan akal sehatnya. Karena itu, Allah Swt dalam melarang manusia untuk tidak mengikuti titah setan berfirman: “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (baca: sempurna), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah [2]:208)
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana setan menggerakkan pelbagai perasaan (yang non-rasional) dan hawa nafsu manusia dan menyudutkan manusia untuk mengerjakan pelbagai perbuatan tidak senonoh? Setan memanfaatkan pelbagai cara untuk sampai kepada tujuan ini yang akan kami sebutkan beberapa poin dari cara tersebut.
Sebagaimana yang telah kami sebutkan, setan dapat menjelma dan menyerupai sebuah sosok manusia atau hewan di dunia luaran. Cara seperti ini adalah salah satu cara setan membisikkan pesan-pesannya. Artinya pada detik-detik krusial dan bersejarah, ia muncul sebagai seorang yang secara lahir berbudi dan menyelewengkan banyak manusia dari jalan kebenaran. Banyak contoh terkait dengan masalah ini yang terekam baik dalam sejarah perjalanan manusia. Dan boleh jadi pernah terjadi pada salah seorang dari kita.[7]
Akan tetapi ia juga memanfaatkan cara lain sebagaimana termaktub dalam ayat-ayat al-Qur’an yang telah disinggung sebagian darinya.
- Memperelok pelbagai perbuatan buruk: Artinya setan menunjukkan pelbagai perbuatan tidak senonoh menjadi indah dan elok dipandang mata. Sehingga Nampak bagi manusia bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan senonoh dan baik. Hal ini adalah apa yang disebut dalam al-Qur’an sebagai talbis haq bil batil[8] dan batil bil haq yang merupakan salah satu muslihat orang-orang Yahudi. Memperindah segala amalan merupakan sebuah jalan yang mudah dilalui dan sejalan dengan pelbagai kehendak nafsu manusia. Dengan demikian, disebutkan dalam al-Qur’an: “Dan setan telah menghiasi perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.” (Qs. Al-Naml [27]:24)
- Menebarkan Janji-janji palsu: Setan dengan menebarkan pelbagai janji palsu, harapan-harapan tinggi dan tak-terjangkau, membuat manusia lupa terhadap pelbagai realitas kesehariannya yang ada di hadapannya. Demikian juga menyibukkan manusia dengan angan-angan yang tidak dapat dicapai. Jelas bahwa hasil dari perbuatan semacam ini adalah melupakan hari kiamat dan lalai dari mengingat Tuhan. Atas alasan ini, Allah Swt berfirman: “Setan itu memberikan janji-janji (bohong) kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.“ (Qs. Al-Nisa [4]:120)
- Menebarkan rasa takut dan gentar: Salah satu muslihat setan adalah menciptakan rasa takut, kecut dan gentar terhadap masa depan pada diri manusia. Kondisi takut ini menjadi sebab manusia melakukan pelbagai perbuatan buruk seperti putus asa, buruk sangka terhadap Tuhan, tiadanya tawakkal kepada Tuhan dan menghindarkan manusia untuk tidak melakukan perbuatan baik. Misalnya setan menebarkan rasa takut pada manusia dengan kefakiran dan kemiskinan di masa datang yang membuatnya menjadi bakhil dan mencegah manusia untuk berinfak. Masalah ini menjadi obyek perhatian pada ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya al-Qur’an menyatakan: “(Ketika kamu berinfak), setan menjanjikan kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya untukmu.“ (Qs. Al-Baqarah [2]:268) [Islam Quest]
Sumber telaah dan referensi:
- Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi.
- Al-Mizan, Muhammad Husain Thabathabai.
- Akhlaq dar Qur’an, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.
[1]. Lisân al-Arab, redaksi sya-tha-na .
[2]. Tafsir Nemune, Nasir Makarim Syirazi, jil. 1, hal. 191.
[3]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan (dengan demikian) ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-Baqarah [2]:34)
[4]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu mendurhakai perintah Tuhannya.” (Qs. Al-Kahf [18]: 50)
[5]. Akhlâq dar Qur’ân, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, hal. 234
[6]. Terjemahan al-Mizan, jil. 1, hal. 201.
[7]. Asrâr Âli Muhammad, Sulaim bin Qais, hal. 220.
[8]. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu tutupi yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:42)