Film dokumenter No Other Land akan tayang di bioskop Indonesia pada 7 Maret 2025. Perilisan ini dilakukan hanya beberapa hari setelah film tersebut memenangkan Piala Oscar 2025 untuk kategori Best Documentary Feature Film. Film ini digarap oleh empat aktivis dari Palestina dan Israel yang menentang kebijakan militer Israel di Tepi Barat, yakni Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham, dan Rachel Szor.
No Other Land pertama kali tayang di Berlin International Film Festival 2024, di mana ia memenangkan Audience Award dan Documentary Film Award. Film ini juga meraih penghargaan dari New York Film Critics Circle untuk Best Non-Fiction Film. Meskipun mengalami kesulitan mendapatkan distributor di Amerika Serikat, para pembuatnya mengatur penayangan selama satu minggu di Lincoln Center pada November 2024 agar memenuhi syarat untuk nominasi Oscar.
Pada malam Oscar 2 Maret 2025, No Other Land berhasil mengungguli nominasi lain seperti Porcelain War, Sugarcane, Black Box Diaries, dan Soundtrack to a Coup d’État. Film ini pun menjadi dokumenter pertama hasil kolaborasi Palestina-Israel yang memenangkan penghargaan bergengsi tersebut.
Film ini menceritakan perjuangan Basel Adra, seorang aktivis Palestina yang sejak kecil menentang pemindahan paksa rakyat Palestina oleh militer Israel di Masafer Yatta, Tepi Barat. Menggunakan rekaman camcorder pribadinya, Adra mendokumentasikan kehancuran desanya selama bertahun-tahun. Tentara Israel merobohkan rumah-rumah, meratakan sekolah, dan bahkan mengisi sumur air dengan semen untuk mencegah penduduk membangun kembali. Salah satu adegan paling menyentuh dalam film ini adalah ketika Adra merekam seorang tentara Israel menembak seorang pria Palestina yang memprotes perobohan rumahnya. Akibat luka tembak itu, pria tersebut menjadi lumpuh, dan ibunya harus merawatnya sambil bertahan hidup di dalam gua.
Perjuangan Adra mempertemukannya dengan Yuval Abraham, seorang jurnalis investigasi Israel yang menentang kebijakan pemukiman ilegal. Persahabatan mereka menjadi cerminan kontras antara kehidupan warga Palestina yang terus mengalami kekerasan dengan warga Israel yang hidup dalam keamanan.
Film ini diproduksi selama empat tahun, dari 2019 hingga 2023. Karena berisi rekaman langsung perusakan desa dan kekerasan militer Israel, para pembuat film menghadapi berbagai tantangan. Mereka harus berhadapan dengan ancaman dari pihak militer, pembatasan akses ke wilayah konflik, serta kesulitan dalam pendanaan dan distribusi. Dalam pidato penerimaan Oscar, Adra menyatakan bahwa film ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang terus berlangsung di Tepi Barat.
Kemenangan No Other Land menuai reaksi keras dari militer Israel. Sehari setelah film ini meraih Oscar, akun resmi IDF di platform X (Twitter) mengunggah sebuah postingan yang mengejek film tersebut. IDF menggunakan template nominasi Oscar untuk menyindir berbagai pihak yang mereka anggap sebagai “musuh” Israel. Dalam unggahan itu, IDF menuliskan kategori-kategori berikut:
- Desain Produksi Terbaik: Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA)
- Sutradara Terbaik: Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, atas “pembentukan proksi teroris”
- Sinematografi Terbaik: Al Jazeera dan kru kameranya
- Aktor Terbaik: Militan Palestina yang menyamar sebagai warga sipil
Unggahan tersebut bisa dilihat di tautan berikut: https://x.com/IDF/status/1896310927227842757
Reaksi ini semakin mempertegas bagaimana film No Other Land telah menyulut perdebatan global tentang realitas penindasan di Palestina serta peran Israel dalam eskalasi konflik.
Kemenangan No Other Land datang di tengah intensifikasi serangan militer Israel di Tepi Barat sejak gencatan senjata di Gaza. Operasi militer di wilayah itu telah menewaskan puluhan warga Palestina dan memaksa lebih dari 40.000 orang mengungsi. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan pada akhir Januari bahwa militer Israel sedang menerapkan pelajaran yang didapat selama perang di Gaza untuk operasi di Tepi Barat. Wilayah Tepi Barat adalah rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina dan lebih dari 500.000 pemukim Israel.
No Other Land bukan hanya menjadi film dokumenter biasa, tetapi juga alat advokasi yang membuka mata dunia tentang kekerasan yang terjadi di Tepi Barat. Film ini mengajak penonton untuk melihat secara langsung dampak nyata dari opresi militer Israel terhadap warga Palestina yang terus berjuang mempertahankan hak mereka atas tanah dan kehidupan yang layak.
Sumber gambar: www.vulture.com