ICC Jakarta – Salah satu gerakan penting yang telah terbentuk pada masa para Imam Suci Ahlulbait As sebelum datangnya Imam Mahdi As adalah pembentukan lembaga perwakilan Imam Suci Ahlulbait As. Lembaga dan organisasi ini terbentuk untuk mempersiapkan masyarakat guna menyongsong masa keghaiban Imam Mahdi As. Oleh karena itu, tugas utama lembaga ini adalah memilih seseorang yang benar-benar layak untuk mengemban tugas tersebut.
Secara resmi, lembaga semacam ini baru muncul pada masa Imam Kadzim As. Sampai pada akhirnya, lembaga semacam itu sangat ramai di masa Imam Mahdi As.
Oleh karena itu, siasat akan dibentuknya duta untuk mengatur berbagai permasalahan yang ada sebenarnya sudah jauh-jauh hari terbentuk sebelum masa Imam Mahdi As. Sehingga ketika masa keghaiban Imam tiba, dimana hubungan antara masyarakat dengan Imamnya menjadi terputus, maka keberadaan para duta Imam tersebut menjadi sangat penting adanya. Hal itu karena lantaran merekalah hubungan kaum syiah dengan Imam As menjadi terjalin dan tidak terputus.
Di beberapa tempat dan kawasan syiah, dimana disana orang-orang syiah hidup dan berkumpul, maka secara pasti mereka telah memiliki duta yang sebelumnya telah mereka tentukan. Terkadang, beberapa duta masyarakat syiah yang ada itu kemudian akan berada dibawah satu komando duta khusus yang telah ditunjuk oleh Imam. Para duta masyarakat syiah tersebut ketika menerima pembayaran (misalnya khumus dan uang nadzar) dari orang-orang syiah ditempatnya, maka mereka akan segera menyalurkan dana tersebut ke Baghdad, kemudian menyerahkan kepada duta khusus Imam yang tinggal disana. Hingga, sesuai dengan perintah Imam Mahdi As, mereka kemudian berhak untuk memanfaatkan dana tersebut guna keperluan masyarakat.
Pada saat-saat tertentu, kadang-kadang para wakil masyarakat tersebut bertemu langsung dengan Imam Mahdi As. Sebagaimana Muhammad bin Ahmad Al-Qathan (ia adalah wakil masyarakat syiah yang hidup di masa duta khusus kedua Imam, Abu Ja’far Muhammad bin ‘Utsman), yang telah mendapat kesempatan berjumpa dengan Imam Mahdi As[1]. Akan tetapi biasanya, dalam melaksanakan setiap tugas yang dibebankan kepada mereka, mereka berada dibawah komando dari seorang duta khusus Imam As.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ahmad bin Matil Al-Qummi, Abu Ja’far Muhammad bin ‘Utsman (duta khusus kedua Imam As) memiliki sepuluh wakil di kota Baghdad. Diantara sepuluh wakil tersebut, Husain bin Ruh (yang kemudian menjadi duta khusus Imam As yang ketiga) adalah wakil Abu Ja’far yang paling dekat[2]. Selain Husain bin Ruh, Ahmad bin Matil adalah wakil Abu Ja’far lainnya yang juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengannya, sehingga kaum syiah pada waktu itu menyangka bahwa Ahmad bin Matil yang akan menjadi duta khusus ketiga Imam Mahdi As.
Perbedaan lain yang membedakan antara duta khusus Imam As dengan wakil masyarakat syiah adalah bahwa ketika kaum syiah menyetor dana khumus kepada wakil mereka, maka mereka akan mendapat semacam bukti pembayaran. Lain halnya ketika mereka langsung menyetor dana tersebut kepada duta khusus Imam As, maka mereka tidak akan mendapatkannya. Hal itu sebagaimana ketika Abul Qasim mengangkat Husain bin Ruh menjadi wakilnya, maka ia memerintahkan Husain bin Ruh untuk tidak lagi minta bukti pembayaran tersebut darinya[3].
Beberapa orang yang diangkat menjadi wakil dan utusan kaum syiah tersebut diantaranya adalah:
- Ahmad bin Ishaq (utusan dari Qum).
- Muhammad bin Syadzan (utusan dari Nisyabur).
- Muhammad bin Hash.
- Muhammad bin Shaleh Al-Hamadani (utusan dari Hamadan).
- Qasim bin ‘Ala (utusan dari Azarbaijan).
- Abul Husain Muhammad bin Ja’far Al-Asadi (utusan dari Rey)[4].
- Ibrahim bin Muhammad Al-Hamadani.
- Ibrahim bin Mahziyar (utusan dari Ahwaz).
- Muhammad bin Ibrahim bin Mahziyar.
- Ahmad bin Hamzah bin Yasa’ Al-Qumi.
- Dawud bin Qasim bin Ishaq.
- Muhammad bin Ali bin Bilal.
- Abu Muhammad Wujnai.
- ‘Abdullah bin Abi Ghanim Al-Qazwini.
- Husain bin Ali Bazufari.
- Ahmad bin Hilal ‘Abartai.
- Hajiz bin Yazid yang dikenal dengan sebutan Al-Wasya’ (dimana ia adalah utusan dari Baghdad)[5].
Dari sejumlah wakil dan utusan-utusan tersebut, terdapat tiga orang dari mereka (Muhammad bin Ali bin Bilal, Muhammad bin Shaleh Al-Hamadani, dan Ahmad bin Hilal) yang keluar dan melenceng dari apa yang telah ditugaskan sehingga adanya mereka bertigapun akhirnya dicopot dari jabatan dan tugasnya. (Dars Nameh Mahdawiyat II, Khuda Murad Salimiyan)
Catatan Kaki
[1]. Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-Dîn wa Tamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HQ, jil. 1, hal. 442.
[2]. Muhammad bin Ibrahim Nu’mani. Al-Ghaibah, Teheran, Maktabah Al-Shaduq, 1397 HQ , hal. 225.
[3]. Ghafar Zadeh, Pazhuhesyi Pirâmûn-e Zendegani-e Nawwab-e Khâsh-e Imam-e Zaman Ajf, Qum, Nubugh, 1375 HS, hal. 85.
[4]. Muhammad Hasan Thusi, Kitâb al-Ghaibah, Qum, Muassasah Ma’arif Islami, 1411 , hal. 415, hadis 391; Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-Dîn wa Tamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HQ, hadis 2, bab 43,16.
[5]. Muhammad bin Umar Kasyi, Rijâl Kasyi, Masyhad, Danesygah Masyhad, 1348 HS; Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-Dîn wa Tamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HQ; Muhammad Hasan Thusi, Kitâb al-Ghaibah, Qum, Muassasah Ma’arif Islami, 1411 HQ.