ICC Jakarta – Abul Hasan Ali bin Muhammad Samari adalah duta khusus Imam Mahdi As yang keempat yang merupakan duta khusus terakhir Imam Mahdi As. Ia menyandang makam tersebut setelah Husain bin Ruh meninggal. Ia menjabat makam tersebut selama tiga tahun.
Samari dilahirkan dari keluarga syiah yang sangat terpandang. Keluarga tersebut dikenal sebagai keluarga yang banyak memberikan bantuan kepada badan dan lembaga-lembaga syiah. Dengan melihat asal usul keluarganya, ia tidak banyak menuai kritikan dari masyarakat tentang diangkatnya dirinya sebagai duta khusus Imam As[1].
Samari tidak memiliki banyak kesempatan untuk menjalankan tugasnya sebagai duta khusus Imam As dengan baik dan tidak dapat bekerja layaknya para duta khusus Imam As sebelumnya. Ia tidak memiliki kebebasan untuk berhubungan secara luas dengan para utusan kaum syiah dari berbagai daerah. Walaupun demikian, hal itu tidak menjadikan keyakinan kaum syiah menjadi berkurang kepadanya. Mereka sangat percaya kepadanya sebagaimana mereka sangat percaya kepada para duta-duta khusus Imam As lainnya[2].
Enam hari sebelum ia meninggal, datanglah tawqi’ dari Imam Mahdi As yang mengabarkan tentang tidak lamanya lagi ia akan hidup di dunia. Bahkan, dalam tawqi’ tersebut juga dijelaskan tentang kapan ia akan meninggal.
Teks yang ada dalam tawqi’ tersebut sejatinya menunjukkan akan berakhirnya periode keghaiban sughra, bersamaan dengan meninggalnya duta terkhir Imam tersebut.
Semenjak itu pula, periode keghaiban mayor (ghaibah kubra) dimulai, bersamaan dengan diangkatnya naib dan para duta Imam secara umum (maksudnya, Imam Mahdi As hanya menyebut kriteria-kriteria seseorang yang harus diikuti dan ditaati tanpa menyebut nama mereka)[3].
‘Ali bin Muhammad Samari wafat pada tahun 329 H. Dan kuburannya berada di kota Baghdad.
Cara Kaum Syiah Menjalin Hubungan dengan Keempat Duta Khusus Imam As
Pada awal-awal ketika duta khusus pertama Imam diangkat, kaum syiah masih banyak yang belum mengetahui tentang fungsi dan manfaat adanya duta khusus Imam As tersebut. Hanya segelintir orang saja yang mampu mengambil manfaat dari mereka, sehingga hanya sebagian dari mereka yang menjalin hubungan dengan duta khusus Imam tersebut. Setelah perjuangan para duta khusus Imam As dalam menjelaskan kepada masyarakat tentang makam dan fungsi mereka, maka tak lama setelah itu, barulah makam dan fungsi tentang duta khusus tersebut menjadi jelas dalam benak setiap kaum syiah.
Dengan demikian, hubungan antara kaum syiah dengan Imam Zaman As direlevansikan oleh para duta Imam tersebut. Kaum syiah memaparkan segala masalah-masalah kehidupan yang mereka hadapi dan menyampaikan keinginan-keinganannya kepada duta-duta khususnya untuk kemudian diteruskan kepada Imam Mahdi As. Dan kaum syiahpun pada akhirnya akan mendapat jawaban dari setiap apa yang mereka tanyakan kepada Imam Mahdi As tersebut melalui para duta khusus Imam.
Setelah kaum syiah mengetahui, siapa sajakah orang-orang yang telah diangkat sebagai duta Imam As, maka secara diam-diam, mereka kemudian datang menemuinya untuk mengadukan berbagai permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Kejadian ini baru tenar dan dimulai pada saat Muhammad bin ‘Utsman menjabat sebagai duta khusus Imam yang kedua dan terus berlanjut hingga duta Imam yang keempat. (Dars Nameh Mahdawiyat II, Khuda Murad Salimiyan)
Catatan Kaki
[1]. Dawud Ilhami, Âkharin Amid, cetakan kedua, Qum, Maktab Islam, 1377 HS, hal. 109.
[2]. Muhammad bin Ali bin Husain bin Babawaih Shaduq, Kamâl al-Dîn wa Tamâm al-Ni’mah, Qum, Darul Kutub Al-Islamiyah, 1395 HQ , jil. 2, hal. 517.
[3]. Ibid, hal. 516.